Alarm bagi Negara dan Kita Semua: Hentikan Femicide (Pembunuhan terhadap
Perempuan)
Jakarta,
13 November 2017
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan)
turut berduka dan mengutuk keras kasus-kasus pembunuhan terhadap perempuan yang
semakin menggerus rasa aman kita semua. Kasus dr. L, salah satunya, almarhum
telah melapor polisi atas Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dialami,
tetapi polisi tidak menahan pelaku dan tidak memberikan perlindungan sementara
kepada korban. Padahal UU PKDRT menyebutkan terdapat 10 pasal khusus mengatur
tentang perlindungan sementara dan perintah perlindungan untuk korban. Pada review 10 tahun implementasi UU PKDRT
yang dilakukan Komnas Perempuan, aspek perlindungan dan keamanan korban inilah
yang paling lemah dijalankan.
Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2017 memperkenalkan lebih jauh tentang femicide, pembunuhan perempuan karena
dia perempuan. Arti femicide adalah
penghilangan nyawa perempuan berhubungan dengan identitas gendernya. Femicide adalah puncak dari KtP
(Kekerasan terhadap Perempuan) yang berakhir pada hilangnya nyawa perempuan. Femicide jarang terungkap/dilaporkan
karena dianggap korban sudah meninggal. Komnas Perempuan mencatat bahwa femicide minim terlaporkan ke Komnas
Perempuan ataupun lembaga layanan, karena dianggap korbannya sudah meninggal,
padahal hak asasi seseorang atas martabat, hak kebenaran, hak atas keadilan dan
sebagainya, tidak berhenti dengan hilangnya nyawa.
Kasus femicide cenderung hanya
dianggap kriminalitas biasa yang ditangani polisi, yang lebih fokus untuk
mencari pelaku, minim analisa GBV (Gender
Based Violence atau Kekerasan Berbasis Gender) tidak ada diskusi dan kurang
perhatian aspek pemulihan korban serta keluarganya. Femicide perlu menjadi perhatian, karena dapat saja terjadi karena
tidak dijalankannya fungsi perlindungan korban saat terancam nyawanya, termasuk
dalam konteks PKDRT. Femicide terjadi
karena kuatnya kuasa patriarki, relasi kuasa antara pelaku dan korban, dan pelaku
adalah orang-orang dekat yang dikenal korban.
Pola-pola femicide yang selama
ini dianalisa Komnas Perempuan berasal dari data terlaporkan langsung,
tertulis, media dan mitra, menunjukkan bahwa femicide dapat disebabkan oleh kekerasan seksual dengan atau
berakhir pembunuhan, ketersinggungan maskulinitas seksual laki-laki,
kecemburuan, kawin siri yang tidak ingin terbongkar, menghindar tanggungjawab
karena menghamili, prostitusi terselubung yang minim pantauan, kekerasan dalam
pacaran. Pelaku adalah orang-orang yang dikenal, orang dekat, baik pacar, kawan
kencan, suami, pelanggan, dan lainnya. Pola femicide-nya
juga sadis dan tidak masuk akal, korban dimasukkan dalam koper, dibuang di
bawah jalan tol, terjadi di tempat kost atau hotel dengan kondisi jenazah
dihukum secara seksual, dibunuh dalam keadaan hamil, dibuang ke lumpur, jurang
dan lainnya.
Komnas Perempuan mencatat 5 kasus pengaduan femicide yang dilaporkan langsung ke Komnas Perempuan, kemudian
melalui penelusuran kliping di media di tahun 2017 saja, ada sekitar 15 kasus
pembunuhan perempuan, termasuk dr. L. Di tahun 2016 kasus-kasus yang mencuat
antara lain kasus pembunuhan dan perkosaan berkelompok YY di Bengkulu, kisah
korban yang diperkosa lalu dibunuh dengan gagang cangkul menancap di vagina korban,
pembunuhan dan kekerasan seksual kepada F anak 9
tahun di Kalideres, Pembunuhan korban yang dibuang
dalam kardus di bawah jalan tol, pembunuhan (mutilasi) ibu hamil di Tangerang
karena relasi personal janji nikah (eksploitasi seksual).
Pelapor Khusus PBB untuk VAW (Violence Against Women), Dubracka Simonovic, pada tahun 2015, telah
menyerukan kepada dunia agar setiap negara membuat femicide watch atau gender
related killing of women watch,
dan meminta agar data-data tersebut harus diumumkan setiap tanggal 25 November
pada Hari Anti Kekerasan terhadap
Perempuan. Data WHO menyebutkan di seluruh dunia 37% pembunuhan perempuan
dilakukan oleh intimate partner:
suami, pacar, mantan suami, mantan pacar.
Oleh karena itu, melihat
banyaknya kasus femicide tersebut,
maka sikap dan seruan Komnas Perempuan:
1.
POLRI harus siaga penuh untuk
menjaga dan menjamin keamanan pelapor atau perempuan yang terindikasi terancam
jiwanya;
2. Media
untuk menghindari viktimisasi pada korban dengan menjaga integritas korban dan
keluarganya;
3.
Masyarakat, termasuk keluarga
besar, tempat kerja, organisasi, lembaga pendidikan untuk menjadi bagian untuk
pencegahan dan perlindungan berbasis komunitas;
4.
Pemerintah untuk menyerukan
pendataan yang serius terhadap femicide
sebagai acuan agar bisa diambil langkah sistemik untuk pencegahan dan
penangannya.
Mari kita semua turut ambil
bagian dalam Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan!
Kontak Narasumber:
Mariana Amiruddin, Komisioner
(081210331189)
Adriana Veny Aryani, Komisioner
(08561090619)
Sri Nurherwati, Komisioner
(082210434703)
Yuniyanti Chuzaifah, Komisioner
(081311130330)
Saur Tumiur Situmorang,
Komisioner (081362113287)
0 comments:
Posting Komentar