*Atasi Masalah Gizi Balita

Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi
kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Namun, masih banyak yang
menganggap bahwa stunting terjadi karena faktor keturunan dan sesuatu yang
wajar.
Jualang mengungkapkan, besaran masalah gizi
balita Kalbar berdasarkan pantauan status gizi (PSG) 2016. Dari indikator
kurang atau buruk prevalensinya di Kalbar mencapai 27, 5 persen lebih tinggi
dari nasional yakni 17, 8 persen. Sedangkan indikator pendek dan sangat pendek
prevalensi di Kalbar 34,9 persen, sedangkan di nasional 27, 5 persen. Indikator
kurus dan sangat kurus mencapai 14, 4 persen, di nasional prevalensinya 11, 1
persen. Indikator gemuk, prevalensinya di Kalbar mencapai 4, 8 persen, dan
secara nasional 4,3 persen.
Tahun 2016, lanjut dia berdasarkan kelompok
umur di Kalimantan Barat, tercatat balita yang berada di usia 0-23 bulan yang
mengalami gizi kurang sebanyak 24,5 persen, pendek 32,5 persen, kurus 16,1
persen, dan gemuk 4,5 persen. Sedangkan dari 0-59 bulan yang mengalami gizi
kurang 27,5 persen, pendek 34,9 persen, kurus 14,4 persen, dan gemuk 4,8
persen.
Itu sebabnya, lanjut dia penanganan masalah
gizi membutuhkan kerjasama antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
Program kesehatan sejak ibu hamil hingga anak berusia dua tahun menjadi sangat
penting untuk mengatasi hal tersebut. Program 1000 Hari Pertama Kehidupan itu,
kata dia menjadi kesempatan emas dalam memperbaiki gizi anak dan mencegah
stunting. “Merupakan masa kritis untuk investasi gizi mencapai pertumbuhan dan
perkembangan anak sehat,” ungkapnya.
Tak hanya kecerdasan saja, program 1000 Hari
Pertama Kelahiran kata dia dapat mengurangi penyebab kematian bayi. Mendorong
orang tua untuk aktif memantau
pertumbuhan balita ke posyandu, serta menerapkan pola hidup bersih dan
sehat. “Ini menurunkan anak pendek,
kurus, dan berisiko lebih rendah menderita penyakit gula darah, diabetes, stroke, jantung
koroner, serta obesitas,” ungkapnya.
Kemiskinan menjadi salah satu faktor yang mendorong munculnya kasus-kasus
stunting. Kemiskinan yang dimaksud tidak hanya dilihat dari faktor asupan gizi
yang tidak mencukupi, namun juga karena akses terhadap fasilitas kesehatan,
serta sanitasi lingkungan yang kurang. Di sejumlah daerah, khususnya di
desa-desa masih ditemukan sarana sanitas lingkungan yang tidak layak, sehingga
berpotensi menjadi penyebab stunting. “Misalnya kondisi jamban, masih ada yang
menggunakan jamban yang terdapat di pinggiran sungai yang mana dari sisi
higienisitas tidak layak,” tambahnya.Sebab itu, menurutnya perlu untuk meningkatkan kesadaran untuk melakukan aktivitas buang air pada jamban yang layak serta memastikan akses terhadap air bersih tercukupi.
Direktur Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita
(PPSW) Borneo, Reni Hidjazi mengatakan tantangan untuk mengampanyekan gizi nasional,
khususnya untuk mencegah stunting tidaklah mudah. Terutama mengajak orang untuk
sadar, dan paham tentang penyebab, gejala, dan akibat jangka panjang serta
pencegahan stunting.
Ada lima kecamatan di Kubu Raya yang menjadi
wilayah pendampingannya. Upaya yang
dilakukan, lanjut dia dengan masuk ke desa-desa, melakukan kelas ibu hamil,
kelas ibu balita, ke posyandu, hingga ke puskesmas. “Partisipasi laki-laki juga
diperlukan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman dalam mencegah stunting,”
kata dia.
Dikatakan Reny, pengetahuan tentang stunting yang masih sangat sedikit diterima perempuan terutama di desa. Periode 1000 Hari Pertama Kehidupan juga berpengaruh bagi kesehatan ibu dan anak. "Titik rawan stunting itu satu diantaranya saat masa awal kehamilan. Ada masa ngidam, nah ini sangat rawan, biasanya perempuan malas makan. Makan ala kadarnya sehingga gizi tidak terpenuhi," jelasnya.
Masalah pengetahuan yang masih terbatas misalnya untuk pengolahan makanan bergizi itu juga menjadi sumbangsih penyebab stunting.Dia menuturkan kemiskinan perempuan sangat berkorelasi pula dengan stunting.
Hubungan kemiskinan dengan stunting sangat dekat. Ketika kondisi miskin di perempuan dia tidak bisa menyiapkan makanan yang bergizi. Kondisi ini mempercepat stunting. “Keterbatasan dana membuat keluarga sulit untuk memberikan asupan gizi yang cukup bagi anggota keluarganya” pungkasnya.