'Praktik Baik' Konsorsium Perempuan Diharapkan Diterapkan Daerah Lain

PONTIANAK - Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Kalbar Heronimus Hero mengapresiasi kegiatan yang dilakukan oleh Konsorsium Untuk Keberlanjutan Penghidupan Kalimantan Barat.

"Konsorsium Perempuan ini terjun langsung. Tentu mereka paham betul proses suka duka ikut terlibat dalam pembangunan pertanian," ungkap Heronimus saat membuka kegiatan peluncuran Praktik Baik Perempuan dan Pertanian Berkelanjutan di Tingkat Provinsi, di Hotel Grand Mahkota Pontianak, Jumat (29/12/2017).

Foto bersama diakhir kegiatan

 Menurutnya apresiasi diberikan kepada Konsorsium Perempuan karena dianggap peduli padahal merupakan lembaga di luar pemerintah.

"Tentu dari pemerintah, kami berterimakasih, karena  ada lembaga di luar pemerintah yang mau turun langsung dan melakukan praktik baik dan programnya bersinergi serta mendukung pertanian. Fokus ke perempuan dari program ini sangat tepat, karena perempuan memiliki karakter memlihara, sehingga jika mereka dioptimalkan tentu akan memberikan pengaruh besar bagi keberhasilan pertanian ke depannya," paparnya.



Penanggung Jawab Program Konsorsium Perempuan, Laili Khairnur, menjelaskan setalah 1,5 tahun perjalanan dari program inisiatif penguatan pengembangan ekonomi kelompok perempuan melalui pemberdayaan dan pertanian berkelanjutan maka harapannya praktik baik yang telah dilakukan oleh Konsorsium Perempuan ini bisa dipraktikan di tempat lainnya. Tak hanya pemerintah kabupaten lain bahkan kelompok masyarakat bisa menerepkan hal yang sama.

Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Hortikultura Kalbar Heronimus Hero bersama Penanggung Jawab Program Konsorsium Perempuan Laili Khairnur dan  DRM MCA-Indonesia Dessy Ratnasari menunjukkan buku Perempuan Pejuang Pangan

Dari program ini memberikan dukungan kepada 500 anggota perempuan yang tergabung dalam 20 kelompok di 10 desa, yakni 6 desa di 4 kecamatan Kabupaten Kapuas Hulu dan 4 desa di 2 Kecamatan Kabupaten Sintang.  Selain itu, masyarakat dan Pemerintahan Desa di 10 desa ini juga dilibatkan secara langsung dalam berbagai kegiatan program seperti penataan kawasan desa, inisiasi dan perluasan usaha kelembagaan ekonomi kelompok perempuan, percepatan pengembangan kelembagaan ekonomi desa baik koperasi maupun BUMDes serta perluasan praktek pertanian berkelanjutan ramah lingkungan.

"Di akhir program kami serahkan apa saja yang telah kami kerjakan kepada Pemerintah Kabupaten. Dan ini sudah dilakukan di Kapuas Hulu dan Sintang pada 28 Desember 2017 kemarin. Program yang kami lalukan ini mendapatkan tanggapan yang cukup baik karena program ini sinergis dengan apa yang telah diagendakan di RPJMD di dua pemerintah kabupaten yaitu Sintang dan Kapuas Hulu," ungkap Laili.

Menurutnya di akhir program yang didukung oleh MCA-Indonesia ini, hal yang ingin dilakukan Konsorsium Perempuan adalah mensosialisasikan praktik baik yang telah dilakukan. Ada lima lembaga yang tergabung di Konsorsium yaitu Gemawan, PPSW, JPK, Diantama dan Simpai Kapuas.
"Untuk peluncuran praktik baik di tingkat provinsi ini yang dilakukan adalah mendiskusikan apa saja yang telah dilakukan untuk bisa diadopsi dan direplikasikan di kabupaten lain bahkan di tingkat kelompok masyarakat," kata Laili.

Laili mengatakan harapannya banyak petani yang tidak bangga dengan profesinya, bahkan terkesan malu-malu menyebutkan diri sebagai petani. Wajar saja, setiap tahunnya Indonesia kehilangan jumlah petani. Oleh karena itu program ini juga mendorong petani muda.

"Hal lain yang digambarkan bahwa pertanian itu bukan sesuatu yang punya nilai ekonomis. Padahal tidak demikian. Kita harus jadikan pertanian sebagai ikon yang membanggakan," jelasnya.

Share:

Perempuan Tani Kembangkan Beras Merah dan Hitam untuk Ekonomi Hijau

JAKARTA - Perempuan-perempuan tani di Kalimantan Barat mengembangkan komoditi beras hitam dan beras merah di Kapuas Hulu dan Sintang. Ternyata pasar untuk dua komoditi tersebut masih terbuka luas.

"Awalnya dua komoditi ini bukan merupakan komoditi pokok yang ditanami warga. Namun setelah mengetahui harga pasaran bagus, warga mulai terpacu untuk mengembangkan," tukas Rosmaniar, Small Business Development Expert Konsorsium Perempuan untuk Keberlanjutan Penghidupan Kalimantan Barat sekaligus penggiat usaha kecil di  Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita Borneo.

PPSW Borneo, merupakan salah satu anggota Konsorsium Perempuan Kalimantan Barat. Konsorsium ini mendampingi lebih dari 500 petani perempuan di sepuluh desa pada dua kabupaten di Kalimantan Barat. Empat desa di Kabupaten Sintang dan enam desa di Kapuas Hulu. Konsorsium membawa dua petani perempuan dalam kegiatan Temu Niaga Komoditas Lestari penerima hibah Kemakmuran Hijau Millennium Challenge Account Indonesia, 13 Desember 2017.

Beras merah dan beras hitam adalah komoditas yang sangat laris di pasaran. Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan kelebihan dua komoditas tersebut untuk kesehatan. "Beras merah mengandung zat gizi yang baik. Sangat bagus untuk diet, menghindari diabetes, menurunkan kolesterol, mencegah penyakit jantung dan meningkatkan DHL," katanya. Sedangkan beras hitam mempunyai kandungan kaya vitamin E, kadar gula rendah dan kaya nutrisi. Teksturnya juga lebih pulen.

Bahkan di Desa Sungai Besar jadi penghasil bibit beras merah jenis Impara 7. Rosalina, kelompok tani Ketam Kembar, Kabupaten Kapuas Hulu mengatakan bibit yang dihasilkan kelompok taninya pun mempunyai keunggulan. "Bibit kami lebih cepat tumbuh, sehingga bisa panen tiga kali dalam setahun," ungkapnya.



Bernadheta Imi, dari Desa Mangat Baru, menambahkan, proses pasca panen menggunakan teknik kisar untuk memisahkan padi dengan kulitnya. "Teknik kisar memang sudah ditinggalkan, tapi kami yakini hasilnya lebih baik dari sisi kandungan beras yang dihasilkan," katanya. Kisar adalah teknik memisahkan padi dari kulitnya dengan menggunakan sebatang kayu.

Selain itu, Desa Mangat Baru juga menghasilkan padi hitam yang terkenal enak dan wangi. Berasnya selalu habis terjual. Bahkan kelompok Tani di Desa tersebut mengantongi sekitar Rp10 juta untuk hasil penjualan padi di demplot percontohan saja yang luasnya sekitar 1,2  hektar di musim tanam pertama. Program dukungan MCA-Indonesia yang difasilitasi oleh Yayasan Kehati sebagai Grant Project management (GPM) ini memfasilitasi benih, saprodi untuk penanaman padi selama 2 musim tanam masing –masing 1 ha per desa di 10 desa di 2 Kabupaten Kapuas Hulu dan Sintang serta percobaan di lahan masing-masing anggota rata-rata 0,1 ha per anggota.Saat ini kelompok perempuan telah memasuki musim tanam ketiga dan telah dilakukan secara swadaya.dari hasil panen sebelumnya.

Di dalam kegiatan Temu Niaga ini, dua petani asal daerah Hulu Kalimantan Barat, mendapatkan pengetahuan dari banyak lembaga lain dalam proyek Kemakmuran Hijau. Termasuk beberapa contoh cara pengemasan produk serta akses pada jejaring bisnis.

Konsorsium Perempuan Kalbar, mendampingi petani perempuan di sepuluh desa ini sebagai upaya memberdayakan perempuan dan kelompok rentan secara ekonomi. "Upayanya meliputi peningkatan akses terhadap pengetahuan dalam energi terbarukan, pengelolaan sumberdaya alam, dan keterampilan untuk mengolah pertanian dan hasil hutan yang berkelanjutan," tambah Laili Khairnur, Direktur Lembaga Pengembangan Masyarakat Gemawan, yang merupakan host program ini.

Kegiatan temu niaga untuk memastikan bahwa kegiatan pemberdayaan ekonomi
Perempuan yang diampu oleh para penerima hibah, dapat memperluas jejaring pemasaran untuk
pengembangan bisnis dan inovasi.

Upaya keberlanjutan ini dilakukan dengan menyadari bahwa tantangan pasar global yang mendudukkan Indonesia sebagai salah satu anggota negara G20 dengan tingkat pertumbuhan ekonomi rata rata 5% setahun serta diakuinya kontribusi keterlibatan perempuan yang tinggi pada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,  khususnya di sektor pertanian. Di sisi lain, upaya ini didukung oleh dorongan visi Presiden RI, NAWACITA, dalam mendorong kemandirian ekonomi dan menghentikan persoalan ketidakadilan ekonomi sebagai bagian dari Three Ends 3 yang hendak diwujudkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Share:

Komnas Perempuan Merespon Peringatan Hari Hak Asasi Manusia ke 69

Hari HAM Internasional diperingati setiap tanggal 10 Desember, dimana Deklarasi Universal HAM yang dilahirkan 10 Desember 1948 adalah pernyataan global tentang Hak Asasi Manusia paska perang dunia ke II, sebagai upaya menghentikan kebiadaban perang, menghargai hak hidup dan kehidupan, kebebasan berpolitik, menikmati hak berpikir, beragama dan menjalankannya tanpa rasa takut, menghentikan segala bentuk diskriminasi atas dasar apapun, serta memastikan pemenuhan hak ekonomi, sosial, dan budaya lainnya yang adil.

69 tahun perjalanan komitmen dunia pada deklarasi HAM ini, dalam pantauan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) masih menyisakan banyak catatan tentang kondisi pemenuhan hak perempuan di Indonesia, diantaranya pengabaian hak hidup dan kekerasan terhadap perempuan yang semakin menguat dalam keluasan dimensi maupun dampak yang dialami perempuan, hingga pada kematian dengan pola-pola yang sadis dan mengenaskan. Kasus-kasus kematian perempuan akibat melahirkan tanpa dukungan fasilitas dan antisipasi yang memadai, pekerja migran perempuan yang kembali ke tanah air dalam kondisi sudah tak bernyawa atau terancam hukuman mati, femisida (pembunuhan perempuan karena korban adalah perempuan) menjadi pola yang mengiringi kekerasan seksual.

Di sisi lain Komnas Perempuan mengapresiasi sejumlah capaian dan langkah negara, termasuk yang terjadi di daerah. Beberapa langkah maju yang kami catatkan adalah ; 1) Lahirnya ACTIP (Asean Convention on Trafficking in Person) dan deklarasi perlindungan migran di Asean; 2) Pengesahan beberapa Undang-Undang yang secara substansi melindungi perempuan, seperti UU 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Dalam Rumah Tangga, UU tentang Perlindungan Saksi dan Korban, UU No. 21 Tahun 2007 tentang PTPPO, serta UU No 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran di Indonesia, ratifikasi sejumlah Konvensi termasuk perlindungan migran dan keluarganya; 3) Diadopsinya 167 rekomendasi Sidang UPR (Universal Periodic Review) PBB oleh Pemerintah Indonesia dimana isu perempuan yang paling banyak diadopsi; 4) Pengakuan negara terhadap eksistensi penghayat dan penganut kepercayaan melalui putusan Mahkamah Kontitusi dalam identitas kependudukan; 5) Dirumuskan dan ditetapkan Rencana Aksi Nasional Pemenuhan HAM (RAN HAM) yang dimulai tahun 2013 melalui Peraturan Presiden; 6)Kemajuan di daerah mencatatkan inisiatif dan kebijakan yang difokuskan untuk melindungi hak-hak perempuan, khususnya perempuan korban.

Namun, kita dikagetkan dengan Peringatan hari HAM Internasional pada 10 Desember 2017 yang dilakukan di Kota Solo, Jawa Tengah yang ditandai dengan pemberian penghargaan kepada beberapa daerah sebagai Kabupaten/Kota Peduli HAM. Bukan soal upaya mendorong wilayah untuk peduli HAM, tetapi pemberian penghargaan pada sejumlah wilayah yang terindikasi atau nanar memiliki persoalan pelanggaran hak asasi yang mengusik rasa keadilan dan pemenuhan hak korban pelanggaran HAM, termasuk wilayah yang masih memproduksi kebijakan diskriminatif yang dalam catatan Komnas Perempuan mencapai 421 kebijakan. Penghargaan terhadap Gubernur Jawa Tengah salah satunya --walau Jawa Tengah punya inisiatif yang baik soal layanan korban kekerasan berbasis gender-- namun penghargaan tersebut telah mencederai perasaan adil masyarakat maupun perempuan Kendeng tolak semen yang telah melakukan aksi konstitusional, jalur hukum, mendirikan tenda lebih dari setahun atau bertahan satu bulan di depan kantor Gubernur, namun tidak ada respon yang memenuhi rasa keadilan korban dari Gubernur Jateng Ganjar Pranowo. Mereka juga telah berhari-hari menyemen kaki di depan istana, bahkan sudah 2 Perempuan Kendeng meninggal dalam perjuangan hak atas tanah dan air, termasuk perempuan penambang di Mrisi Purwodadi yang hilang nyawa tertimbun tambang tapi minim terekspose.   Kehancuran dan kerusakan alam yang parah dengan penambangan batu kapur terjadi di Kendeng, serta retaknya kohesi sosial bahkan hubungan kekeluargaan akibat perbedaan keberpihakan pro dan tolak semen.  Belum lagi kasus Perempuan di Surokonto Wetan, Kabupaten Kendal yang lahannya dijadikan wilayah tukar guling PERHUTANI Kendal dan berujung pada kriminalisasi terhadap tiga petani Surokonto Wetan yang memperjuangkan hak atas akses kehidupan mereka yang telah menjauhkan wajah Jateng sebagai wilayah yang melihat HAM sebagai bagian penting yang harus dilindungi.

Penghargaan terhadap wilayah (Kabupaten, Kota dan Provinsi) peduli HAM ini semestinya dirancang untuk menjadi pemicu bagi daerah untuk bersegera melakukan hal-hal yang penting dalam rangka melindungi HAM warganya, bukan hanya semata penghargaan seremonial dengan pendekatan yang tidak komprehensif, dan tidak sensitif pada korban.

Untuk itu Komnas Perempuan bersikap:
1. Berkeberatan dengan penghargaan yang diberikan kepada Gubernur Jateng apabila isu-isu konflik sumber daya alam tidak dituntaskan dengan cara-cara lestari dan konstitusional;
2. Meminta Kemenhukham mendorong wilayah peduli HAM dengan cara yang mengakar dan strategis, termasuk mengevaluasi kriteria dan proses penjurian secara terbuka, dengan memastikan dimensi HAM perempuan, pakta integritas, dan proses verifikasi yang ketat, dengan melibatkan berbagai pihak termasuk CSO dan korban;
3. Mendorong presiden dan kementerian juga seluruh jajaran negara untuk melakukan peringatan HAM dengan menuntaskan isu-isu krusial pelanggaran HAM dengan langkah-langkah mengakar, termasuk memperingatinya bersama korban, memberi penghargaan pada pembela HAM Perempuan;
4. Menggunakan kerangka Due Diligence (Uji cermat tuntas) yang berkaitan dengan tanggung jawab negara atas korban pelanggaran HAM perempuan yang meliputi: Pencegahan, Perlindungan, Penuntutan, Penghukuman dan Pemulihan.



Sumber :
Siaran Pers Komnas Perempuan Merespon Peringatan Hari Hak Asasi Manusia ke 69: Penghargaan Kabupaten/Kota Peduli HAM yang Abai Korban
Jakarta, 13 Desember 2017
Share:

PEREMPUAN BERDAYA MELALUI INDUSTRI RUMAHAN


Bogor (13/12) – Data RPJMN 2015 – 2019 menunjukkan kualitas hidup dan peran perempuan masih relatif rendah karena kurangnya kesiapan perempuan dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim, krisis pangan dan energi, serta bencana alam dan konflik sosial. Kondisi ini menyebabkan kesetaraan gender masih harus ditingkatkan, salah satunya dengan pemberdayaan ekonomi melalui Industri Rumahan (IR).

“Kondisi perekonomian nasional yang mulai kondusif membuat peran perempuan sangat penting dalam mendukung ekonomi keluarga. Pemenuhan hak ekonomi perempuan semakin dirasakan sebagai salah satu kebutuhan dasar yang mampu mengantarkan kaum perempuan mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender,” tutur Sekretaris Kementerian PPPA, Pribudiarta Nur Sitepu di Bogor, Rabu (13/12).

Untuk itu, dalam rangka percepatan pembangunan Industri Rumahan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menyelenggarakan Seminar Nasional Akselerasi Pengembangan Industri Rumahan untuk Peningkatan Kesejahteraan Keluarga melalui Pemberdayaan Perempuan. Seminar IR yang diselenggarakan di IPB International Convention Center (IICC), Bogor diikuti peserta yang berasal dari perwakilan 34 Provinsi, 21 Dinas PPPA Kabupaten/Kota, unsur Perguruan Tinggi, lembaga masyarakat, dan media massa.

Industri Rumahan telah dilaksanakan sejak 2012 dimulai dengan Kabupaten Kendal sebagai piloting awal. Sejak 2016, model pengembangan Industri Rumahan telah dilaksanakan di 14 kabupaten/kota dan 15 provinsi, yang mengambil lokasi di satu kecamatan dua desa, dengan jumlah pelaku usaha sebanyak 2755 orang, dilanjutkan pada 2017 di 7 kabupaten/kota dan total pelaku IR sebanyak 3507 orang.

Anggota Komisi VIII DPR RI, Arteria Dahlan menegaskan bahwa Industri Rumahan merupakan program yang langsung mengenai sasaran untuk memberdayakan perempuan yang syarat dengan semangat 3 sakti dan revolusi mental. Akselerasi pengembangan industri rumahan tidak bisa berjalan dan berkembang tanpa ada penguatan sistem lembaga, penguatan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah serta dibutuhkan penguatan akses jaringan seluruh stakeholder. Perempuan pelaku IR adalah pahlawan dan pejuang negara yang harus dilindungi bersama.

Industri Rumahan (IR) berpotensi besar dalam memperkuat ketahanan keluarga, baik dari aspek ekonomi, kesehatan, dan pendidikan, serta relasi anggota keluarga yang lebih harmonis. Industri Rumahan mendorong kemandirian perempuan di bidang ekonomi serta berdampak pada pengambilan keputusan. IR juga dapat menciptakan lapangan kerja baru, menyerap banyak tenaga kerja untuk bekerja di rumah, memberi peluang kepada tetangga di sekelilingnya sebagai pekerja paruh waktu ataupun mencegah migrasi penduduk produktif untuk menjadi tenaga kerja ke luar negeri serta mencegah perdagangan perempuan.

“Acara ini merupakan momen sangat berharga dalam memperoleh pemahaman dari semua pihak. Kami berharap para peserta seminar nasional ini dapat menemukan kesepahaman dan pemikiran baru dalam mempercepat perkembangan transformasi Industri Rumahan baik di tingkat nasional terutama daerah, dengan pendekatan berbeda-beda sesuai karakteristik daerah masing-masing, serta memberikan masukan bagi penyusunan kebijakan yang lebih terintegrasi sehingga dukungan dan komitmen seluruh stakeholder lebih fokus pada pencapaian upaya pemberdayaan perempuan di bidang ekonomi, berkontribusi di bidang kesejahteraan keluarga serta pemerataan pendapatan masyarakat secara menyeluruh,” ujar Pribudiarta.






Sumber : Publikasi dan Media Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Siaran Pers Nomor: B-159/Set/Rokum/MP 01/12/2017)
Share:

KATUMBIRI EXPO 2017 WADAH PARTISIPASI PEREMPUAN EKONOMI KREATIF MENUJU KESETARAAN GENDER

Siaran Pers Nomor: B-155/Set/Rokum/MP 01/12/2017

Jakarta (6/12) – Setelah sebelumnya menggelar Simposium Nasional bertema “Peran Ibu Untuk Perdamaian” yang juga dihadiri oleh Ibu Negara Republik Islam Afganistan, Y. M. Rula Ghani, hari ini Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyelenggarakan Katumbiri Expo 2017 sebagai bagian rangkaian kegiatan Peringatan Hari Ibu (PHI) ke-89 Tahun 2017 . Acara ini akan berlangsung sejak 6 – 10 Desember 2017 di JCC Senayan, Jakarta. Pameran yang diselenggarakan untuk ke-7 kalinya ini akan menyuguhkan hasil karya anak bangsa dari seluruh penjuru nusantara untuk menunjukkan kepada masyarakat, baik dari dalam maupun luar negeri terkait hasil kreativitas dan potensi yang telah dikerjakan kaum perempuan di bidang ekonomi menuju kesetaraan gender.


“Perempuan Indonesia saat ini sudah banyak mengalami kemajuan dengan terbukanya kesempatan dan akses yang sama untuk berperan di segala bidang kehidupan dan pembangunan. Melalui Katumbiri Expo 2017 inilah kemajuan karya-karya perempuan Indonesia dapat diperlihatkan, dimana potensi mereka telah memberikan warna dalam pembangunan dan kemajuan Indonesia,” ujar Menteri PPPA, Yohana Yembise ketika membuka Pameran Katumbiri Expo 2017 dengan tema “Optimalisasi Peranan Perempuan dalam Ekonomi Kreatif Berbasis Budaya Menuju Kesetaraan” di Jakarta (6/12).

Menteri Yohana menambahkan Katumbiri Expo 2017 merupakan salah satu upaya untuk mengurangi kesenjangan ekonomi perempuan dan merupakan salah satu program prioritas Kemen PPPA  dalam meningkatkan kualitas hidup perempuan di bidang ekonomi. Kebijakan yang terus dikembangkan pada 2017, yaitu Peningkatan Produktivitas Ekonomi Perempuan (PPEP) melalui pengembangan Industri Rumahan (IR) untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga melalui pemberdayaan perempuan.

Nuansa Katumbiri Expo kali ini mempromosikan seni batik dan tenun serta aneka produk berbasis kearifan lokal yang menjadi potensi wilayah tertentu, sekaligus sebagai ungkapan kekayaan kebhinekaan yang kita miliki bersama. Pameran ini menjadi sangat penting bagi pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang ingin terus berkarya dan bertahan di tengah persaingan ekonomi dunia. Selain itu, pameran ini dapat menjadi pembuka akses bagi perempuan kreatif untuk mendapatkan berbagai informasi, perkembangan pasar, dan ikut berperan dalam pembangunan.



“Saya berharap melalui Katumbiri Expo 2017 ini, semua pihak khususnya kalangan kreatif dapat mengembangkan diri dan menjadi wirausaha yang terus berkembang, handal, dapat membangun jejaring, meningkatkan kemitraan, dan sinergi serta dapat lebih meningkatkan taraf hidup masyarakat. Kepada seluruh masyarakat yang hadir, saya mengucapkan selamat menikmati karya para perempuan Indonesia. Marilah kita cintai produk Indonesia,” tutup Menteri Yohana.

Share:

FORUM DISKUSI JURNALIS “Pemahaman yang Salah tentang Isu Stunting”




*Atasi Masalah Gizi Balita

PONTIANAK- Kebutuhan gizi anak yang tidak tercukupi dapat menghambat pertumbuhan anak, bahkan bisa menyebabkan stunting. Demikian disampaikan Yulsius Jualang, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat, Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar. Stunting mempengaruhi tingkat kecerdasan,” jelasnya saat menjadi pembicara dalam kegiatan Media Briefing Di Balai Bahasa, (28/11/017)

Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Namun, masih banyak yang menganggap bahwa stunting terjadi karena faktor keturunan dan sesuatu yang wajar.

Jualang mengungkapkan, besaran masalah gizi balita Kalbar berdasarkan pantauan status gizi (PSG) 2016. Dari indikator kurang atau buruk prevalensinya di Kalbar mencapai 27, 5 persen lebih tinggi dari nasional yakni 17, 8 persen. Sedangkan indikator pendek dan sangat pendek prevalensi di Kalbar 34,9 persen, sedangkan di nasional 27, 5 persen. Indikator kurus dan sangat kurus mencapai 14, 4 persen, di nasional prevalensinya 11, 1 persen. Indikator gemuk, prevalensinya di Kalbar mencapai 4, 8 persen, dan secara nasional 4,3 persen.

Tahun 2016, lanjut dia berdasarkan kelompok umur di Kalimantan Barat, tercatat balita yang berada di usia 0-23 bulan yang mengalami gizi kurang sebanyak 24,5 persen, pendek 32,5 persen, kurus 16,1 persen, dan gemuk 4,5 persen. Sedangkan dari 0-59 bulan yang mengalami gizi kurang 27,5 persen, pendek 34,9 persen, kurus 14,4 persen, dan gemuk 4,8 persen.

Itu sebabnya, lanjut dia penanganan masalah gizi membutuhkan kerjasama antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Program kesehatan sejak ibu hamil hingga anak berusia dua tahun menjadi sangat penting untuk mengatasi hal tersebut. Program 1000 Hari Pertama Kehidupan itu, kata dia menjadi kesempatan emas dalam memperbaiki gizi anak dan mencegah stunting. “Merupakan masa kritis untuk investasi gizi mencapai pertumbuhan dan perkembangan anak sehat,” ungkapnya.

Tak hanya kecerdasan saja, program 1000 Hari Pertama Kelahiran kata dia dapat mengurangi penyebab kematian bayi. Mendorong orang tua untuk aktif  memantau pertumbuhan balita ke posyandu, serta menerapkan pola hidup bersih dan sehat.  “Ini menurunkan anak pendek, kurus, dan berisiko lebih rendah menderita penyakit gula darah, diabetes, stroke, jantung koroner, serta obesitas,” ungkapnya.
Kemiskinan menjadi salah satu faktor yang mendorong munculnya kasus-kasus stunting. Kemiskinan yang dimaksud tidak hanya dilihat dari faktor asupan gizi yang tidak mencukupi, namun juga karena akses terhadap fasilitas kesehatan, serta sanitasi lingkungan yang kurang. Di sejumlah daerah, khususnya di desa-desa masih ditemukan sarana sanitas lingkungan yang tidak layak, sehingga berpotensi menjadi penyebab stunting. “Misalnya kondisi jamban, masih ada yang menggunakan jamban yang terdapat di pinggiran sungai yang mana dari sisi higienisitas tidak layak,” tambahnya.

Sebab itu, menurutnya perlu untuk meningkatkan kesadaran untuk melakukan aktivitas buang air pada jamban yang layak serta memastikan akses terhadap air bersih tercukupi.
Direktur Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita (PPSW) Borneo, Reni Hidjazi mengatakan tantangan untuk mengampanyekan gizi nasional, khususnya untuk mencegah stunting tidaklah mudah. Terutama mengajak orang untuk sadar, dan paham tentang penyebab, gejala, dan akibat jangka panjang serta pencegahan stunting.

Ada lima kecamatan di Kubu Raya yang menjadi wilayah pendampingannya.  Upaya yang dilakukan, lanjut dia dengan masuk ke desa-desa, melakukan kelas ibu hamil, kelas ibu balita, ke posyandu, hingga ke puskesmas. “Partisipasi laki-laki juga diperlukan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman dalam mencegah stunting,” kata dia. 

Suami sebagai pemberi nafkah,kata dia seringkali tidak mau terlalu tahu soal pencegahan stunting. Padahal keterlibatan para suami ini juga penting dengan membantu sang istri terutama soal pemberian asupan makanan bergizi dan mendorong untuk penerapan ASI Ekslusif. “Kita juga berharap para suami mau mengantar istri saat pemeriksaan dan mau mencari info dan mendengarkan informasi tentang stunting ini," sampainya.

Dikatakan Reny, pengetahuan tentang stunting yang masih sangat sedikit diterima perempuan terutama di desa. Periode 1000 Hari Pertama Kehidupan juga berpengaruh bagi kesehatan ibu dan anak. "Titik rawan stunting itu satu diantaranya saat masa awal kehamilan. Ada masa ngidam, nah ini sangat rawan, biasanya perempuan malas makan. Makan ala kadarnya sehingga gizi tidak terpenuhi," jelasnya.
Masalah pengetahuan yang masih terbatas misalnya untuk pengolahan makanan bergizi itu juga menjadi sumbangsih penyebab stunting.Dia menuturkan kemiskinan perempuan sangat berkorelasi pula dengan stunting.

Hubungan kemiskinan dengan stunting sangat dekat. Ketika kondisi miskin di perempuan dia tidak bisa menyiapkan makanan yang bergizi. Kondisi ini mempercepat stunting. “Keterbatasan dana membuat keluarga sulit untuk memberikan asupan gizi yang cukup bagi anggota keluarganya” pungkasnya.
Share:

Komitmen Dunia Internasional Hapus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Berbasis Gender


Jakarta (30/11) – Maraknya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak (KTPA) dengan beragam modus dan jenis yang kian berkembang di Indonesia menjadi fokus utama permasalahan yang diangkat dalam Konferensi Memperingati 50 tahun ASEAN dan Kampanye Internasional 16 Hari Menolak kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak. Konferensi ini bertujuan untuk menghapuskan segala Bentuk KTPA, demi meningkatkan pembangunan di bidang pemberdayaan perempuan di Indonesia. Namun adanya ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender masih menjadi kendala dalam meningkatkan pembangunan pemberdayaan perempuan.

Upaya Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) dalam menghapus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak baik di lingkup Internasional dan Nasional yaitu membentuk kebijakan atau produk hukum baik di bidang Kekerasan Perempuan berbasis Gender (Gender Based Violence), Kekerasan Terhadap Perempuan (Violence Against Women) dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Domestic Violence), diantaranya melalui Kampanye He For She, yang memperkuat keterlibatan peran laki-laki untuk mendukung peran perempuan dalam pembangunan. Selain itu mengkampanyekan program unggulan 3ENDS (Tiga Akhiri) yaitu akhiri kekerasan pada perempuan dan anak, akhiri perdagangan orang dan akhiri ketidakadilan akses ekonomi bagi perempuan.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise menegaskan bahwa kekerasan perempuan berbasis gender dan KDRT merupakan isu global yang rumit karena terkait dengan budaya patriaki yang tertanam selama bertahun-tahun. Situasinya rumit tersebut mengesankan  seolah kaum perempuan dapat menerima hal tersebut sebagai kodrat yang tidak dapat dihindari.  Persepsi tersebut perlu diluruskan melalui upaya meningkatkan pendidikan, pengetahuan dan keterampilan pada kaum perempuan. Sehingga pada saatnya nanti kaum perempuan memiliki akses, peran, kendali atau kontrol dan manfaat yang sama dengan laki-laki terhadap semua sumber daya pembangunan. Bila hal itu terjadi maka kesetaraan dan keadilan gender dapat terwujud yang berarti pula kekerasan berbasis gender dapat dihapuskan. Dengan demikian apabila kesenjangan gender dapat dihapuskan maka peran gender dapat berjalan lebih adil, hal tersebut tidak hanya menguntungkan kaum perempuan tetapi juga kaum laki-laki. Keadilan gender menjamin perempuan hidup lebih sehat, secara otomatis perempuan akan mampu menjadi pasangan yang baik untuk laki-laki. Hanya dari perempuan yang sehatlah dapat lahir anak-anak yang berkualitas, sehat dan tumbuh serta berkembang secara optimal

“Dalam semangat memperingati 50 tahun ASEAN ini, mari kita bersatu untuk memperkuat perlindungan sekaligus mendorong penghapusan KTPA. Perempuan yang berada di negara ASEAN perlu bertindak lebih progresif agar mampu menjadi agen perdamaian di tengah kondisi sosial politik dunia yang tidak stabil. Jika masyarakat internasional mengkampanyekan 16 hari menolak KTPA, maka di Indonesia mari kita mengkampanyekan 365 hari tanpa kekerasan. Perlu kita ingat bahwa suatu negara tidak bisa dikatakan maju bila perempuan dan anak belum berada pada garis yang aman,” Tutup Menteri Yohana dalam Sambutannya pada Konferensi yang diselenggarakan atas kerjasama Mitra Perempuan, Canada Mission to ASEAN, bersama organisasi perlindungan perempuan dan anak.




Siaran Pers Nomor: B- 151/Set/Rokum/MP 01/11/2017
Share:

Media Gathering 4 Tahun 2017


Forum Diskusi Jurnalis yang digelar IMA World Health bersama Jurnalis Perempuan Khatulistiwa, di Balai Bahasa, Selasa (28/11)
Share:

JPK Sosialisasikan Ajakan #shareyangbaik


Sejumlah anggota Jurnalis Perempuan Khatulistiwa (JPK) terlibat sebagai panitia sekaligus peserta dalam kajian ini. Kajian yang diikuti ratusan remaja putera dan puteri ini mengupas tentang perilaku para remaja masa kini yang kian larut dalam kemajuan IT termasuk gadget. Idealnya seiring dengan perkembangan teknologi, gadget diharapkan bisa menjadi sarana edukasi dan saling berbagi berbagai informasi yang bermanfaat. Namun fenomena yang terjadi saat ini banyak masyarakat terutama kalangan remaja menggunakan menggunakan fasilitas gadget dengan sosmed yang dimiliki hanya sekedar membagikan postingan atau beragam informasi yang kurang bermanfaat. 



Dalam kesempatan itu narasumber kajian, Ustad Abuya Nanang Zakaria mengimbau sekaligus mengingatkan para peserta kajian untuk lebih bijak dalam mengikuti sekaligus menggunakan fasilitas media sosial, serta lebih mengutamakan untuk berbagi informasi yang mendukung peningkatan pengetahuan dan wawasan. Di penghujung acara, usai membagikan door prize, sejumlah anggota Jurnalis Perempuan Khatulistiwa juga diberikan kesempatan peserta untuk mengkampanyekan penggunaan internet sehat bagi semua peserta kajian termasuk mengimbau semua peserta yang hadir untuk bersama-sama mencegah aksi bulliying dan kekerasan seksual yang belakangan ini kerap dialami oleh anak-anak dan kaum perempuan.








Share:

Nobar dan Diskusi Anti bullying Bagi Penderita Sleep Paralyze

Anggota Jurnalis Perempuan Khatulistiwa (JPK) terlibat dalam kegiatan pemutaran film pendek yang digelar oleh Rumah Produksi Film Mainmain dan Enggang Drone Community di Pontianak. Pemutaran film pendek yang disertai dengan diskusi anti bullying bagi penderita sleep paralyze bertujuan mengajak masyarakat untuk sama-sama lebih selektif dalam memilih film yang sehat. Upaya ini dilakukan salah satunya untuk menekan kasus bullying yang belakangan marak terjadi. 

Adapun nilai-nilai yang disampaikan melalui film maupun video saat ini memiliki pengaruh yang cukup besar bagi para penontonnya. Dengan kata lain, film-film yang syarat pesan moral, semisal ajakan bijak menggunakan internet atau memerangi bullying, akan memberi sumbangsih pemahaman yang baik bagi masyarakat. Walaupun setiap karya diberikan kebebasan, dalam arti tidak membatasi, namun harus ada estetika yang dijaga, agar film-film yang tayangkan melalui berbagai media dapat menjadi tontonan yang bermanfaat bagi masyarakat luas. 

JPK juga turut mengapresiasi karya berupa foto dan video yang dihasilkan oleh EDC yang tidak menimbulkan reaksi negatif oleh para netizen. Bahkan, karya-karya tersebut kerap memberikan manfaat dan pengetahuan yang baru bagi masyarakat.
Share:

Sejumlah Organisasi Galakkan Literasi Media

Baru-baru ini beredar unggahan video kekerasan di sekolah, dan berkonten pornografi di media sosial di Kalimantan Barat. Sejumlah informasi yang tidak bertanggung jawab pun beredar. Simpang siur terkait peristiwa tersebut menyebabkan masyarakat, menjadi bingung. Gerakan literasi media di kalangan masyarakat menjadi sangat penting.
Mudahnya penyebaran informasi yang belum jelas keakuratannya menunjukkan masih minimnya literasi media di kalangan masyarakat. Padahal literasi media amat penting untuk menangkal tindakan tak terpuji di dunia maya. Hal inilah yang melatarbelakangi digelarnya Aksi Solidaritas Kalimantan Barat seperti hoax atau berita bohong, ujaran kebencian, dan perundungan, Minggu (19/11). Aksi tersebut digelar di Car Free Day Kota Pontianak, depan PMI Kota Pontianak 
Helen Manurung, selaku Koordinator Aksi Solidaritas mengatakan gerakan literasi media masih belum banyak berkembang di kalangan masyarakat. Sejauh ini, sudah kerap dilakukan di kalangan kampus dan pemerintahan
“Riset Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi), yang terdiri atas 52 peneliti dan akademisi dari 25 perguruan tinggi di Indonesia, sejak April 2017, kegiatan literasi digital di sembilan kota di Indonesia cukup tinggi. Namun bentuknya masih didominasi ceramah atau sosialisasi, di samping lokakarya dan pelatihan,” katanya.
Aksi ini, diisi oleh orasi, hiburan masyarakat, serta adanya aksi membubuhkan tandatangan sebagai bentuk komitmen untuk tidak menyebarkan informasi hoax atau berita bohong, ujaran kebencian, dan perundungan. Sebagai bentuk publikasi, setiap momen kegiatan akan di unggah ke sosial media dengan tagar #shareyangbaik.
“Jadikan aksi ini sebagai wujud nyata sosialisasi melek media digital yang menyeluruh. Dengan meningkatnya literasi media digital, maka tindakan tak terpuji di dunia maya, bisa kita bendung,” ujar Ashri Isnaini dari Jurnalis Perempuan Khatulsitiwa.
Sementara itu, Komisioner KPAID Kalbar, Nazaruddin Ishak, mengatakan pemanfaatan media sosial, khususnya di kalangan anak-anak cenderung digunakan untuk tampil menunjukan jati diri dan ingin terlihat  popular. Meski tidak selamanya negative, namun penggunanan media maya ini terkadang kurang bijak. Untuk itu edukasi terkait hal ini sangat diperlukan. 
“Edukasi sangat penting untuk adik-adik melihat akses penggunaan medsos yang negatif sangat mudah, sehingga mereka perlu tau efek penggunaan medsos yang tidak bijak," katanya.
Hal ini pun, lanjutnya, bisa mempengaruhi semua aspek kehidupan pribadi, sosial dan kognitif. Penyadaran melalui kampanye perlu dilakukan secara terus menerus. Sebab yang dihadapi adalah lajunya teknologi informasi, yang mana pada sisi lain mereka belom mampu mencerna mana yang baik, dan mana yang tidak. Untuk itu pula perlu peran masyarakat untuk memberikan pembinaan kepada anak-anak. Cara-cara yang digunakan juga harus kreatif mengingat generasi yang dihadapi saat ini tidak sama dengan generasi sebelumnya. “Sebagai orang dewasa perlu melihat sedikit berbeda, bahwa generasi Z sedikit unik, dan kita juga perlu belajar tentang mereka,” pungkasnya.
 Aksi ini melibatkan sejumlah komunitas dan lembaga seperti Jurnalis Perempuan Khatulistiwa, KPAID, Dinas Pemberdayaan Perempuan Kota Pontianak, Forum Anak (FA) Kel. Banjar Serasan, FA Kota Pontianak, Kader Pendamping Anak Kota Pontianak, Saung Baca, dan Saya Perempuan Anti Korupsi Kalbar. Ada pula, Aliansi Jurnalis Independen, UPT Bahasa Untan, Rumah Esente, Komunitas Wisata Sejarah, Bimbel Lenny, Aksi Sedekah Pendidikan, serta DWP Kemenag Provinsi Kalbar.
Share:

JPK On Air : Internet Sehat dan Cegah Kekerasan

Jurnalis Perempuan Khatulsitiwa (JPK) menjadi narasumber dalam program Shobahul Khiar di Radio Mujahidin 105,8 FM. Talkshow dengan tema cegah kekerasan dan berinternet sehat ini bertujuan mengedukasi masyarakat terutama kalangan pelajar dan anak-anak agar bisa lebih bijak dalam menggunakan internet dan bermedia sosial. 

Selama ini JPK melihat cukup banyak orang yang memposting beragam berita atau informasi yang belum diketahui kebenarannya, bahkan berita hoax pun tak jarang menjadi viral akibat ulah oknum tak bertanggung jawab yang langsung men-share informasi yang didapat. Selain itu medsos menjadi sarana untuk membuli bahkan menjadi ajang untuk melakukan kekerasan seksual. Diharapkan melalui talkshow secara on air, bisa meningkatkan pemahaman bagi masyarakat luas, agar lebih bijak dalam menggunakan Internet termasuk bermedia sosial sehingga bisa menyaring semua informasi yang didapat untuk dilakukan pengecekan ulang untuk memastikan kebenaran info yang didapat.
Share:

Siaran Pers Komnas Perempuan



Alarm bagi Negara dan Kita Semua: Hentikan Femicide (Pembunuhan terhadap
Perempuan)
Jakarta, 13 November 2017


Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) turut berduka dan mengutuk keras kasus-kasus pembunuhan terhadap perempuan yang semakin menggerus rasa aman kita semua. Kasus dr. L, salah satunya, almarhum telah melapor polisi atas Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dialami, tetapi polisi tidak menahan pelaku dan tidak memberikan perlindungan sementara kepada korban. Padahal UU PKDRT menyebutkan terdapat 10 pasal khusus mengatur tentang perlindungan sementara dan perintah perlindungan untuk korban. Pada review 10 tahun implementasi UU PKDRT yang dilakukan Komnas Perempuan, aspek perlindungan dan keamanan korban inilah yang paling lemah dijalankan.

Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2017 memperkenalkan lebih jauh tentang femicide, pembunuhan perempuan karena dia perempuan. Arti femicide adalah penghilangan nyawa perempuan berhubungan dengan identitas gendernya. Femicide adalah puncak dari KtP (Kekerasan terhadap Perempuan) yang berakhir pada hilangnya nyawa perempuan. Femicide jarang terungkap/dilaporkan karena dianggap korban sudah meninggal. Komnas Perempuan mencatat bahwa femicide minim terlaporkan ke Komnas Perempuan ataupun lembaga layanan, karena dianggap korbannya sudah meninggal, padahal hak asasi seseorang atas martabat, hak kebenaran, hak atas keadilan dan sebagainya, tidak berhenti dengan hilangnya nyawa.

Kasus femicide cenderung hanya dianggap kriminalitas biasa yang ditangani polisi, yang lebih fokus untuk mencari pelaku, minim analisa GBV (Gender Based Violence atau Kekerasan Berbasis Gender) tidak ada diskusi dan kurang perhatian aspek pemulihan korban serta keluarganya. Femicide perlu menjadi perhatian, karena dapat saja terjadi karena tidak dijalankannya fungsi perlindungan korban saat terancam nyawanya, termasuk dalam konteks PKDRT. Femicide terjadi karena kuatnya kuasa patriarki, relasi kuasa antara pelaku dan korban, dan pelaku adalah orang-orang dekat yang dikenal korban.

Pola-pola femicide yang selama ini dianalisa Komnas Perempuan berasal dari data terlaporkan langsung, tertulis, media dan mitra, menunjukkan bahwa femicide dapat disebabkan oleh kekerasan seksual dengan atau berakhir pembunuhan, ketersinggungan maskulinitas seksual laki-laki, kecemburuan, kawin siri yang tidak ingin terbongkar, menghindar tanggungjawab karena menghamili, prostitusi terselubung yang minim pantauan, kekerasan dalam pacaran. Pelaku adalah orang-orang yang dikenal, orang dekat, baik pacar, kawan kencan, suami, pelanggan, dan lainnya. Pola femicide-nya juga sadis dan tidak masuk akal, korban dimasukkan dalam koper, dibuang di bawah jalan tol, terjadi di tempat kost atau hotel dengan kondisi jenazah dihukum secara seksual, dibunuh dalam keadaan hamil, dibuang ke lumpur, jurang dan lainnya.

Komnas Perempuan mencatat 5 kasus pengaduan femicide yang dilaporkan langsung ke Komnas Perempuan, kemudian melalui penelusuran kliping di media di tahun 2017 saja, ada sekitar 15 kasus pembunuhan perempuan, termasuk dr. L. Di tahun 2016 kasus-kasus yang mencuat antara lain kasus pembunuhan dan perkosaan berkelompok YY di Bengkulu, kisah korban yang diperkosa lalu dibunuh dengan gagang cangkul menancap di vagina korban, pembunuhan dan kekerasan seksual kepada F anak 9



tahun di Kalideres, Pembunuhan korban yang dibuang dalam kardus di bawah jalan tol, pembunuhan (mutilasi) ibu hamil di Tangerang karena relasi personal janji nikah (eksploitasi seksual).

Pelapor Khusus PBB untuk VAW (Violence Against Women), Dubracka Simonovic, pada tahun 2015, telah menyerukan kepada dunia agar setiap negara membuat femicide watch atau gender related killing of women watch, dan meminta agar data-data tersebut harus diumumkan setiap tanggal 25 November pada Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan. Data WHO menyebutkan di seluruh dunia 37% pembunuhan perempuan dilakukan oleh intimate partner: suami, pacar, mantan suami, mantan pacar.

Oleh karena itu, melihat banyaknya kasus femicide tersebut, maka sikap dan seruan Komnas Perempuan:

1.    POLRI harus siaga penuh untuk menjaga dan menjamin keamanan pelapor atau perempuan yang terindikasi terancam jiwanya;

2.    Media untuk menghindari viktimisasi pada korban dengan menjaga integritas korban dan keluarganya;

3.    Masyarakat, termasuk keluarga besar, tempat kerja, organisasi, lembaga pendidikan untuk menjadi bagian untuk pencegahan dan perlindungan berbasis komunitas;

4.    Pemerintah untuk menyerukan pendataan yang serius terhadap femicide sebagai acuan agar bisa diambil langkah sistemik untuk pencegahan dan penangannya.

Mari kita semua turut ambil bagian dalam Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan!


Kontak Narasumber:
Mariana Amiruddin, Komisioner (081210331189)
Adriana Veny Aryani, Komisioner (08561090619)
Sri Nurherwati, Komisioner (082210434703)
Yuniyanti Chuzaifah, Komisioner (081311130330)
Saur Tumiur Situmorang, Komisioner (081362113287)
Share:

JPK On KompasTV Pontianak : Kampanye Anti Bullying

Mulai meningkatnya kasus bullying disejumlah daerah pada beberapa waktu terakhir membuat Jurnalis Perempuan Khatulistiwa (JPK) berupaya mengajak semua pihak  untuk lebih peduli dalam mengedukasi masyarakat, khususnya kalangan usia anak-anak dan remaja agar menghindari praktik bullying. Berdasarkan informasi yang dihimpun JPK saat ini angka bulliying sangat tinggi di Indonesia terutama di lingkungan sekolah. 

Melalui Talk show, kampanye termasuk tulisan edukatif terkait anti perudungan disejumlah media massa, tidak hanya membuat kepedulian masyarakat terkait hal ini meningkat namun JPK juga berharap bisa mendorong pemerintah daerah bisa membuat lebih banyak kebijakan yang mampu menekan dan mengatasi kasus bullying. 


Share: