PONTIANAK - Peran perempuan dalam penerapan dalam sistem pertanian berkelanjutan memiliki posisi yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Bahkan apabila dilihat, jumlah petani perempuan lebih banyak dari pada petani laki-laki. Untuk itu edukasi terhadap perempuan dalam penerapan sistem pertanian berkelanjutan sangat diperlukan.
![]() |
Suasana Kegiatan Media Gathering di Aula Dinas Pertanian Kalbar |
Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kalbar, Heronimus Hero mengatakan bahwa sejak tahun 2008 pengarusutamaan gender telah digalakkan, sehingga dalam program pertanian pun perlu memperhatikan aspek gender. Faktanya memang saat ini dunia pertanian tidak lepas dari peran wanita.
“Faktanya memang peran wanita bagi pertanian sudah bayak, mulai dari menanam, membersihkan lahan, memanen, hingga menjemur, hampir semua tahapan,” katanya saat menjadi pembicara dalam kegiatan Media Gathering di Aula Dinas Pertanian Kalbar, Selasa (29/8).
Hal ini juga diperkuat dengan data yang dihimpun Konsorsium Perempuan Keberlanjutan Penghidupan Kalimantan Barat, yang menyebut bahwa petani perempuan tidak hanya terlibat saat mulai menanam padi namun juga ikut serta dalam pemeliharaan hingga selesai panen. Hal inilah yang menjadi alasan yang kuat untuk memberikan pemahaman serta edukasi tentang pertanian secara tepat. Apalagi, untuk mewujudkan pertanian yang berkelanjutan dibutuhkan penerepan pengelolaan tanaman secara tepat.
“Orientasi kepada lingkungan hidup saat ini menjadi tuntuan kita agar penerapan pertanian berkelanjutan bisa dilakukan, seiring dengan pemahaman masyarakat yang semakin meningkat, khususnya masyarakat tani. Harapan kita hal ini semakin tersosialisasikan dan diimplementasikan,” katanya.
Dalam mewujudkan pertanian berkelanjutan, tentu membutuhkan konsep serta program pertanian yang terpadu. Saat ini memang telah ada konsep terkait hal tersebut, namun penerapannya belum maksimal.
“Saat ini konsep pertanian berkelanjutan sudah bagus, tapi penerapannya tidak sesuai harapan,” ungkap Dosen Pertanian Universitas Tanjungpura, Tris Haris Ramadhan yang juga merupakan salah satu pembicara dalam kegiatan yang sama.
Tris mengatakan saat ini masih ada petani yang belum memahami cara bertani dengan benar. Ia mencontohkan dalam penggunaan herbisida, yang merupakan salah satu produk dari teknologi pertanian. Penggunaannya untuk keberlanjutan pertanian dinilai kurang baik. Namun, dikarenakan penggunaanya dapat membuat produksi cepat, maka banyak petani yang memilih menggunakan hirbisida. “Pemahan terkait pemakaiannya itu harus selaras, selama ini pemahaman dilapangan tidak sejalan,” ucapnya.
Sementara itu, Praktisi Pertanian, Joko Wirianto menyebut adanya banyak kendala bagi petani untuk bisa mengembang usaha taninya. Selain kurangnya pemahaman cara menamam dan pengelolaan pasca panen, petani juga menghadapi kendala-kendala lain diantaranya infrastruktur yang belum memadai, kurangnya sarana dan prasarana, lahan yang sempit, serta permodalan.
“Hambatan-hambatan ini membuat petani tersebut jadi miskin, kemudian menjual tanah, akibatnya tanah tersebut ada yang menjadi perumahan sehingga tidak berkelanjutan,” katanya.
Guna meminimalisir hambatan-hambatan tersebut, utamanya terkait pengetahuan serta mindset, maka diperlukan adanya upaya untuk memberikan kesadaran petani. Salah satu upaya yang ditempuh adalah dengan melakukan pendekatan pengorganisasian dan peningkatan kapasitas perempuan.
Mulyadi, selaku Perwakilan Konsorsium Perempuan dan Keberlanjutan Penghidupan menyetujui hal tersebut. “Pendekatan pengorganisasian dan peningkatan kapasitas perempuan merupakan rangkaian aktivitas pemberdayaan dan pembangunan kesadaran serta memotivasi perempuan untuk terlibat dalam organisasi perempuan,” katanya
Hal ini juga menjadi alasan pihaknya menggelar Media Breafing yang mengangkat tema “Peran Petani Perempuan Dalam Penerapan Sistem Pertanian Berkelanjutan”. Kegiatan tersebut dihadiri perwakilan media se-Kalimantan Barat. (sti)
Sumber : http://www.pontianakpost.co.id/pertanian-berkelanjutan-perlu-perhatikan-aspek-gender