Bangun Power Sharing, Tingkatkan Kesetaraan Gender



PONTIANAK – Membangun power sharing menjadi titik kunci yang harus diterapkan dalam persamaan gender antara kaum perempuan dan lelaki. Inilah yang menjadi tantangan bagi masyarakat, khususnya peran media massa agar bagaimana bisa merekonstruksi ulang mindset tentang perempuan itu lemah, cengeng, dan steorotip lain yang dikaitkan dengan kodrati wanita. Masyarakat dan institusi diharapkan mampu mengubah pola pikir dan fokus kegiatannya untuk mendukung kesetaraan serta keadilan bagi perempuan dan laki-laki dalam seluruh aspek kehidupan.
Hal itulah yang diungkapkan oleh Direktur Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita (PPSW) Borneo, Reny Hidjazie ketika menjadi pemateri dalam Diskusi USAID Kinerja bulan April yang menjadi gawe dari Jurnalis Perempuan Khatulistiwa (JPK) Kalbar, Senin (28/4). “Sebenarnya yang membedakan antara perempuan dan laki-laki itu hanya pada jenis kelamin (sex) saja. Diluar itu keduanya memiliki hak, kewajiban dan tugas yang sama,” ujarnya.
Menurut Reny, ada tiga persoalan besar yang melingkupi kaum perempuan. Pertama, kemiskinan. “Terlahir dalam keluarga miskin menyebabkan perempuan tidak punya banyak pilihan dalam kehidupannya. Tidak bisa bersekolah dan tidak bisa bekerja.  Kemiskinan yang diturunkan secara turun temurun dan harus menerima untuk menikah muda,” jelasnya. Kedua, kekerasan fisik, psikis maupun ekonomis yang diterima oleh perempuan, mulai dari pemukulan hingga dipaksa menjadi pengemis. “Soal yang ketiga adalah beban ganda luar biasa yang diberikan kepada perempuan, dimana mereka harus bertanggung jawab pada kehidupan domestik maupun publik, anak-anak dan rumah tangganya,” kata Reny.
Setinggi apapun dia berkarir, lanjut dia, perempuan masih harus dibebani pekerjaan rumah tangga. Seorang perempuan memiliki beban ganda dalam perannya di domestik rumah tangga dan peran publiknya. “Ini sudah turun temurun karena dampak dari konstruksi yang terus menerus. Sulit untuk keluar dari cangkang yang telah terbangun lama,” keluhnya. Harus ada proses perubahan terus menerus untuk memperjuangkan keadilan dan kesetaraan gender yang diidamkan. “Keadilan disini adalah terwujudnya relasi gender yang adil antara perempuan dan laki-laki di masyarakat yang dicirikan oleh hapusnya kekerasan (fisik, psikis dan seksual), sub-ordinasi (bidang politik, budaya dan sosial), marjinalisasi (peminggiran dan pemiskinan secara ekonomis), beban berlebihan / ganda, dan pelabelan / stereotyping,” jelas Reny mengutip Blue Print Rencana Aksi Nasional untuk Pemberdayaan Perempuan, Januari 2000. 
Sementara untuk kesetaraan gender, adanya persamaan kedudukan perempuan dan laki-laki di muka hukum, baik hukum tertulis maupun tidak tertulis. Hak-hak perempuan dijamin dan setara dengan laki-laki tanpa mempersoalkan gendernya. “Terwujudnya relasi gender ini dicirikan dengan terhapusnya kekerasan, negara makmur sejahtera dan damai. Selain itu terciptanya keluarga harmonis, saling menghargai, menghormati serta berbagi peran,” beber perempuan berjilbab ini.
Reny mengatakan, bahwa dari data yang diperolehnya, ada 20 persen keluarga di Indonesia ini yang justru kepala keluarganya adalah perempuan. “Sayangnya di Undang-undang Perkawinan itu tidak ada celah kepala keluarga adalah perempuan. Tercantum pemberi nafkah adalah lelaki dan perempuan hanya kerja sampingan atau tambahan,” katanya. Begitupun ketika perempuan menjadi korban perkosaan, gender dilekatkan pada perempuan dan tidak menjadi setara pada proses hukum. Pelakunya bisa cepat melenggang bebas setelah menjalani hukuman yang terkadang tak setimpal dengan perbuatannya. “Pelakunya setelah dipidana sudah selesai menerima hukumannya, namun perempuan harus menanggung beban derita dan traumanya seumur hidup,” ujarnya.
Reny juga menyoroti minimnya alokasi anggaran untuk perempuan, semisal anggaran masyarakat miskin dan posyandu. “Angka kematian ibu cukup tinggi, jadi idealnya anggarannya itu harus melebihi dari 50 persen karena perempuanlah yang mengurus kelahiran dan kelangsungan hidup generasi penerus di muka bumi ini,” tegasnya. 
              Dikatakan oleh Reny, bila dulu perempuan hanya dijadikan sebagai obyek pembangunan, namun kini dikembangkan empowerment atau pemberdayaan yang mengarah pada pengarusutamaan gender yang banyak digaungkan oleh para aktifis perempuan. “Contoh, perempuan berpartisipasi dalam pembangunan, diberikan hak bersuara dan dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. Mereka bukan lagi semata obyek, tapi sudah menjadi subyek yang ikut dalam perencanaan pembangunan serta melakukan pengontrolan terhadap kebijakan yang berlangsung,” bebernya. Gerakan perempuan ini jugalah yang menurut Reny, pihaknya (PPSW, red) sedang bangun dan lakukan pendampingan. Harapannya adalah tercipta Indonesia yang bersih dari korupsi, bebas kemiskinan, bebas dari segala bentuk kekerasan dan rasa takut untuk mencapai keadilan dan kedaulatan bagi rakyat miskin, perempuan dan kelompok marjinal.
Reny sendiri mengapresiasi bahwa sekarang ini di alam demokrasi Indonesia, gerakan perempuan sudah jauh lebih baik. Terlihat dari pendampingan yang dilakukan PPSW di kota Pontianak dan Kabupaten Kubu Raya, terjadi peningkatan yang signifikan terhadap partisipasi perempuan aktif dalam memperoleh informasi, akses dan kontrol serta pelibatan aktif dan mengusulkan kegiatan berdasarkan kebutuhan melalui proses perencanaan pembangunan terkait pelayanan publik di wilayah mereka. “Mereka yang kita dampingi, sudah mulai mau terlibat dalam berbagai kegiatan – yang notabene dulunya hanya diisi oleh kaum pria saja. Mereka juga kini lebih aktif dalam memberikan masukan serta menyuarakan hak-hak perempuan. Salah satunya terlibat dalam Musrenbang, baik di tingkat kelurahan hingga tingkat kota,” jelasnya.

            Menurut Reny, sudah banyak kran yang dibuka, tinggal bagaimana memanfaatkan situasi dan memperkuat power dalam keterlibatan. Diharapkan para perempuan, khususnya ibu rumah tangga inilah yang akan menjadi agen perubahan. “Kesadaran kritis inilah yang berusaha kita bangun. Bahwa laki-laki dan perempuan sebagai warga masyarakat punya hak dan kewajiban setara ‘power sharing’ sesuai kemampuan dan kondisi, bukan kepada siapa yang paling kuat dan berkuasa” pungkasnya. **  
Share:

Tekan Kematian Ibu dan Anak

DIREKTUR Eksekutif PKBI Kalimantan Barat, Mulyadi mengatakan hingga sekarang masih cukup
banyak masyarakat terutama di daerah pedalaman yang lebih mengutamakan dukun dari pada bidan
dalam menangani proses persalinan.

“Sebaiknya tidak hanya dukun, bidan juga perlu dilibatkan sehingga proses persalinannya jauh lebih
aman,” katanya saat memberikan materi pada diskusi yang digelar Jurnalis Perempuan Khatulistiwa
yang bekerjasama dengan USAID-Kinerja, Selasa (25/3) di aula PKBI Pontianak.

Agar dukun dan bidan bersanding dengan baik saat membantu proses persalinan maka diperlukan
adanya penyamaan persepsi “PKBI mencoba memberikan pemahaman yang baik bahwa
bidan dan dukun keduanya sama-sama penting, sama-sama memegang peranan yang besar bagi
masyarakat, khususnya di desa terpencil,” ucapnya.

Tidak bisa dipungkiri, dengan akses yang sangat masih terbatas di tiap wilayah yang ada
di Kalbar, membuat peranan dukun masih dibutuhkan, meskipun peranan bidan sangat
dianjurkan dalam proses persalinan aman. ”Makanya, kita perlu bekali para dukun anak ini
tentang persalinan anak yang aman seperti apa. Para bidan pun kita ajak untuk memberikan pemahaman dan edukasi kepada para dukun anak ini agar satu pemikiran untuk menciptakan persalinan aman, baik ibu dan bayinya selamat,” paparnya.

Tidak hanya itu, dukun dan bidan juga bisa disandingkan untuk menjadi konselor atau penyuluh
bagi masyarakat tentang bagaimana persalinan yang sehat hingga pasca persalinan. ”Dukun anak bisa kita manfaatkan, bagaimana pun tidak menutup mata terkadang dukun anak tahu cara paling aman untuk proses kelahiran. Dengan dibekali pemahaman yang lebih baik dan menyeluruh akan
sangat baik nantinya dengan kerja sama antara dukun dan bidan di desa,” pungkasnya.

Sumber : Pontianak Post
Share:

Gres!


Share:

Diskusi Jurnalis tentang Pelayanan Publik


Pontianak - Setiap badan atau pun lembaga publik wajib membentuk pejabat pengelola informasi dan dokumentasi (PPID) sebagai penerapan dari Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik No 14 tahun 2008.

Fahrurrazi dari Lembaga Pengkajian dan Studi Arus Informasi Regional (LPS-AIR) mengatakan hal itu pada diskusi bertema "Komitmen Daerah dalam Penerapan UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP)" kerja sama Jurnalis Perempuan Khatulistiwa (JPK) dengan Kinerja-USAID Kalbar, di Pontianak, Jumat.

"Masih banyak badan atau lembaga publik yang belum menunjuk PPID, termasuk di tingkat pemerintah kabupaten/kota di wilayah Kalimantan Barat," kata Manajer Program LPS-AIR itu.

Ia mengatakan, Undang-undang No. 14 Tahun 2008 mengenai Keterbukaan Informasi Publik (KIP) sudah ditindaklanjuti Pemerintah Pusat dengan keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 16 tahun 2010 tentang Pelaksanaan UU No. 14 tahun 2008.

PP tersebut menjelaskan tugas dan tanggung jawab Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID). PPID adalah pejabat yang bertanggungjawab di bidang penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan atau pelayanan informasi di badan publik.

Untuk dapat menjalankan pelayanan informasi yang cepat, tepat dan sederhana, maka setiap badan publik perlu menunjuk PPID tersebut.

Namun dalam perkembangannya, masih banyak badan atau lembaga publik yang belum menunjuk PPID tersebut, termasuk di tingkat pemerintah kabupaten/kota di wilayah Kalimantan Barat. 

LPS-AIR menjadi mitra Kinerja-USAID untuk mendorong pembentukan PPID di lima wilayah di Kalbar yang menjadi wilayah program Kinerja-USAID, meliputi Kota Singkawang, Kabupaten Sambas, Bengkayang, Melawi dan Sekadau. 

Dia mengatakan, dari lima kabupaten/kota yang masuk dalam program (projek kerja) lembaga tersebut, baru empat yang sudah terbentuk PPID. Yakni Kota Singkawang, Kabupaten Bengkayang, Melawi, dan Sambas. Sementara Kabupaten Sekadau, masih belum terbentuk.

Menurut dia, masih adanya pemerintah kabupaten yang belum membentuk PPID itu, karena ada alasan tertentu. 

Di antaranya karena adanya konflik otoritas. Menurut imbauan Mendagri, PPID bisa dibentuk di bidang umum atau pelayanan umum informasi atau humas. Namun imbauan itu menimbulkan persoalan ada yang menganggap PPID tidak di humas karena humas adalah "corongnya" pemerintah. 

Jadi tidak melayani informasi daerah. Sementara pihak Kominfo sendiri, cenderung cuek atau kurang peduli untuk membentuk PPID tersebut, dan alasan lainnya masih belum jelasnya persoalan anggaran.

Padahal, menurut dia, penerapan UU KIP kini sudah memasuki masa "injury time" atau waktu penghentian. Karena UU itu sudah diterbitkan sejak tahun 2008 atau sekitar lima tahun.

LPS-AIR sebagai mitra Kinerja-USAID, sejak dua tahun terakhir mendorong dan membina terus pembentukan PPID di lima kabupaten yang masuk dalam wilayah kerja Kinerja-USAID tersebut. 

Masih menurut Fahrurrazi, untuk Indonesia ada sejumlah provinsi yang menanggapi dengan segera penerapan UU KIP. Provinsi tersebut, yakni Jawa Timur, Jawa Barat dan Banten. Sedangkan untuk tingkat kabupaten/kota, ada Kabupaten Probolinggo (Jawa Timur), Kota Banda Aceh (Provinsi Aceh). Kota Makassar (Sulawesi Selatan, dan Kabupaten Luwu (Sulawesi Selatan).

"Jika masih banyak pemerintah daerah yang belum membentuk PPID, maka akan banyak sengketa informasi yang terjadi," katanya. Jika PPID sudah terbentuk atau diluncurkan, maka PPID wajib mempublikasikan daftar informasi publik.

Ia mencontohkan informasi yang harus segera diketahui publik misalnya mengenai data kasus wabah. 

"Itu harus segera dipublikasikan, dan itu masuk kategori `serta merta` (harus dipublikasikan), kalau tidak dipublikasikan, pejabat bisa dipidanakan," imbuhnya.

Kemudian risalah dan notulensi, juga harus dibuka ke publik. Dibuka sepanjang tidak mengganggu kerahasiaan negara.

Sementara itu, Ketua Jurnalis Perempuan Khatulistiwa (JPK), Kusmalina mengatakan diskusi diadakan guna memberikan pemahaman kepada para jurnalis mengenai pentingnya pembentukan dan keberadaan PPID di setiap badan atau lembaga publik. 

Selain itu, juga mengetahui sejauh mana menerapkan UU KIP di wilayah Kalbar, dan yang sudah didorong oleh Kinerja-USAID untuk pembentukannya.

"Jurnalis berperan mempublikasikan informasi yang harus diketahui publik dan keberadaan PPID nantinya penting untuk masyarakat," katanya. 

Sebanyak 20 jurnalis cetak maupun elektronik, hadir dalam diskusi yang digelar di aula Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Kalbar di Jalan Sutoyo, Kota Pontianak, sejak pukul 08.30 WIB hingga 11.00 WIB, untuk membahas penerapan UU KIP tersebut.  


Sumber : http://www.antarakalbar.com/berita/317910/lps-air-ppid-wajib-dibentuk-badan-publik
Share:

Pembekalan Jurnalis Perempuan Kota Pontianak



Dalam rangka memperingati hari Kartini 2013, Jurnalis Perempuan Khatulisiwa mengadakan seminar dan pelatihan jurnalis perempuan Kota Pontianak. Kegiatan ini dihelat di Gedung DPRD Kota Pontianak, yang melibatkan lebih dari 20 jurnalis perempuan.


Share:

Langkah Awal JPK

Setelah terbentuk JPK langsung mendapatkan program untuk menjadi fasilitator dalam sebuah seminar tentang MDG's. Kerjasama ini melibatkan JPK, Koalisi Perempuan Indonesia Kalimantan Barat dan senator Kalimantan Barat, Hairiah.


http://kalbar.antaranews.com/berita/308982/kalbar-telah-laksanakan-rad-untuk-target-mdgs
Share:

Jurnalis Perempuan Khatulistiwa


Sebuah organisasi perempuan jurnalis di Kalbar. Bertujuan menghimpun jurnalis-jurnalis perempuan Kalbar, untuk meningkatkan kapasitas Intelektual jurnalis perempuan. Lahir pada 17 Desember 2012, menetapkan misi untuk meningkatkan Profesionalisme Jurnalis Perempuan Kalbar, Menjaga Integritas, Menjaga Independensi, Paham akan Isu-isu dan Ikut serta Mengkampanyekan Kesetaraan Gender, Empati terhadap Isu-isu sosial pendidikan yang terkait akan Perempuan.

Bertepatan dengan awal Maret ini, sebuah rekam jejak perjalanan organisasi ini dimulai....

Bismillah...

Share:

Tingkatkan Partisipasi Warga dalam Penyampaian Informasi Publik

Suasana diskusi tentang partisipasi warga dalam penyampaian informasi publik oleh JPK bekerjasama dengan USAID-KINERJA, Kamis (27/2/14)
PONTIANAK – Upaya untuk meningkatkan partisipasi warga dalam penyebaranluasan informasi melalui edukas jurnalisme warga dinilai sebagian sangat diperlukan, apalagi hingga sekarang tugas pejuang pers secara umum masih banyak yang beum bisa menjama sejumlah isu-su atau informasi yang berada di daerah yang terisolir.
Untuk meningkatkan kesadaran dan peranan warga dalam memberitakan berbagai hal yang menunjang peningkatan kesejahatraan masyarakat tersebutlah, Jurnalis Perempuan Khatulistiwa (JPK) bekerjasama dengan USAID-KINERJA menggelar diskusi dengan tema “Peranan Jurnalisme Warga dalam menyampaikan informasi tentang pelayanan publik” yang akan dilakukan pada 27 Februari di gedung PKBI Pontianak.
Direktur Lembaga Pengkajian dan Studi Arus Informasi Regional (LPS AIR) KalimantanBarat, Deman Huri Gustira yang berkesempatan menjadi narasumber dalam kegiatan itu menilai edukasi soal kegiatan jurnalistik bagi warga sangat diperlukan, apalagi kata dia, saat ini belum semua isu-isu yang menyentuh langsung dengan kepentingan peningkatan kesejahtraan masyarakat itu terjamah oleh kalangan jurnalis secara umum.
“Ada beberapa hal yang membuat masih banyak isu-isu atau informasi penting yang belum sempat tergali para pelaku media secara umum lantaran keterbatasan waktu termasuk biaya, disinilai diperlukan adanya konstribusi warga di setiap daerah, terutama daerah yang sulit terjangkau untuk turut memberitakan apa saja yang dialami dan patut menjadi sorotan publik,” paparnya.
Dia berharap kedepan secara bertahap akan semakin banyak pihak yang turut serta memberikan kemudahan bahkan memfasilitasi warga untuk dapat meningkatkan pemahaman dan pengatahuannya tentang ilmu jurnalistik sehingga bisa menyajikan beragam informasi penting disekililng warga terutama di sejumlah daerah yang sulit terjangkau untuk bisa segera di tindak lanjuti demi peningaktan kesejahtraan masyarakat.
Wakil Ketua Jurnalis Perempuan Khatulistiwa, Nurul Hayat menambahkan, adanya pelatihan Jurnalisme Warga, diharapkan kedepan bisa meningkatkan konstribusi warga dalam menyampaikan berbagai informasi tentang pelayanan publik., terutama isu pemberitaan yang belum sempat di lakukan jurnalis umum.

“Dengan adanya peningkatan kapasitassdalam jurnalisme warga maka secara tidak langsung juga memberikan ruang gerak yang lebih luas bagi mwarga untuk turut berperan dalam membantu pemerintah untuk mengawasi implementasi berbagai program yang menyentuh peningataan kesejahtaran masyarakat agar bisa berjalan lebih optimal,” paparnya.
Share:

Tata Pendidikan Harus Melibatkan Stakeholder


PONTIANAK- Pada prinsipnya, isu pendidikan harus melibatkan seluruh stakeholder di luar pendidikan. Pendekatan dengan perbaikan tata pelayanan diharapkan dapat meningkatkan mutu dari pendidikan tersebut.
Lutfi Firdausi, Direktur Eksekutif Lembaga Pelatihan dan Konsultasi Inovasi Pendidikan Indonesia (LPK IPI) mengatakan, seharusnya masyarakat juga mesti ikut terlibat dalam hal ini. Dia mencontohkan di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, masyarakat terlibat dalam rancangan kebijakan tentang Distribusi Guru di Luwu Utara. “Ini dilakukan dengan membedahnya di radio, talkshow sehingga mendapatkan banyak masukan dari masyarakat,” katanya.
Dengan demikian akan lahir inovasi untuk meningkatkan kemampuan pemberian layanan untuk pengelolaan pelayanan berbasis inovasi dan praktik yang baik. Masyarakat secara intensif juga didorong untuk meningkatkan kepedulian terhadap kualitas pelayanan pemerintah daerah.

Khusus untuk bidang pendidikan, LPK IPI dipercaya untuk melaksanakan progam Managemen Berbasis Sekolah (MBS). Program ini mencakup bagaimana dokumen perencanaan dan pelaporan sekolah dapat di akses masyarakat. Selain itu juga, ada keterlibatan masyarakat dalam perencanaan,dan implementasi MBS. Masyarakat juga memonitoring sekolah, sehingga menciptakan kepemimpinan sekolah partisipatif atau melibatkan semua stakeholder sekolah.(*)
Share:

JPK Gelar Diskusi Jurnalis dan Kinerja Usaid

Suasana saat diskusi jurnalis dan Kinerja Usaid tentang tata layanan pendidikan dasr, Sabtu (18/1/14)
* Bahas Tata Layanan Pendidikan Dasar

Jurnalis Perempuan Khatulistiwa (JPK) melakukan diskusi dengan USAID kinerja Indonesia. Kegiatan yang dilaksanakan di ruang USAID Gedung PKBI Kota Pontianak, Sabtu (18/1).menghadirkan Lutfi Firdausi, direktur eksekutif Lembaga Pelatihan dan Konsultasi ‑ Inovasi Pendidikan Indonesia (LPK‑IPI). Dimana, USAID Kinerja, mengangkat materi tentang, tata kelola pemerintahan yang baik di Sektor Pendidikan Dasar, peningkatan transparansi, partisipasi dan akuntabilitas.

"Kinerja fokus pada pendidikan dasar, untuk memastikan pendidikan dasar itu beres, " katanya membuka diskusi.

Hal tersebut lanjutnya, berdasarkan landasan hukum, kerakyatan yang dipimpin oleh khidmad kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan dan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Program kinerja bidang pendidikan dasar ada tiga yakni managemen berbasis sekolah (MBS), distribusi guru secara proporsional (DGP) dan penghitungan biaya satuan pendidikan (BOSP).
Jelasnya, Dengan prinsip program tatalayanan bidang pendidikan, yakni keterlibatan masyarakat dalam setiap tahap, transparan, berorientasi pada kebutuhan belajar siswa, peningkatan efekivitas pembelajaran dan peningkatan efesiensi pemanfaatan sumber daya pendidikan.

"Pendidikan dalam program kinerja bidang pendidikan dasar ada tiga item, dan daerah hanya diberikan satu paket dari tiga program tersebut. Kecuali ia mengambil program kerja satu paket dalam satu tahun kerjanya," jelasnya.

Dia menambahkan bahwa isu pendidikan nasional yang penting pada prinsipnya, pendidikan harus melibatkan seluruh stakeholder di luar pendidikan. Pendekatan kinerja, merupakan program tata layanan, yang tidak khusus pelayanan. Misalnya training dan workshop tidak hanya pada kedinasan tapi juga pada stakeholder forum, bertujuan bagaimana mengembangkan tata kelola yang baik.
"Dengan inovasi untuk meningkatkan kemampuan pemberian layanan untuk pengelolaan penlayanan berbasis inivasi dan praktik yang baik. Secara insentif guna meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap kualitas pelayanan pemerintah daerah," terangnya.

Dengan strategi program, meliputi pelatihan dan workshop, pendampingan, mainsteming isu pendidikan melalui media, pengembangan multi stakeholder forum, advocasy kebijakan dan replikasi, pelembagaan dan diseminasi.

Menurutnya, dalam pengelolaannya dipercaya untuk melaksanakan Managemen Berbasis Sekolah (MBS). Mencakup okumen perencanaan dan pelaporan sekolah yang dapat di akses masyarakat, keterlibatan masyarakat dalam perencanaan, implementasi MBS dan monitoring sekolah dan kepemimpinan sekolah partisipatif atau melibatkan semua stakeholder sekolah.

Sedangkan kaitannya dengan Distribusi Guru secara Proporsional (DGP) lanjut Luthfi salah satunya dengan distribusi guru bertujuan untuk mengisi kekosongan pembelajaran, dimana siswa terganggu aktivitas belajar karena tidak ada guru yang erat kaitannya dengan efektivitas pembelajaran.
"Di mana dampak kekurangan guru karena kurangnya kualitas pelayanan pendidikan yang berpengaruh kepada kompetensi anak didik. Sedangkan kelebihan guru, maka guru akan kesulitan memenuhi kewajiban 24 jam mengajar, pemborosan APBD bagi guru PNS dan pemborosan dana BOS bagi guru honorer," ujarnya.

Program lainnya dari program biaya operasional satuan pendidikan (BOSP)berdasarkan hasil analisa kesenjangan antara kebutuhan aktual BOSP dan BOS, juga hasil analisi pendapatan dan belanja pada alokasi dana pendidikan di daerah serta alternative sumber pembiayaannya dan kebijakan alternative pemenuhan pembiayaan hasil hitungan BOSP

Ia berharap peran media, sebagai mainstreaming Isu Governance bidang pendidikan, juga sebagai advocasi kebijakan pendidikan berorientasi publik dan institusionalisasi dan documentasi praktek baik implementasi program tatalayanan pendidikan.

Sementara itu, Ketua Jurnalis Perempuan Khatulistiwa (JPK), Kusmalina mengatakan diskusi diadakan guna memberikan pemahaman kepada para jurnalis mengenai pentingnya tata kelola pemerintahan yang baik di bidang pendidikan dasar. Selain itu juga mengatahui sejauhmana perkembangan pendidikan yang ada di Kalbar, dan yang sudah di dorong kinerja USAID didalamnya.

" Kami berperan mempublikasikan informasi, dan kami berharap dengan adanya informasi, semua elemen masyarakat bisa berperan agar terbentuknya pendidikan yang baik khususnya di Kalbar,"pungkasnya.



Share: