Google News Initiative Latih Tangkal Hoax Bagi Jurnalis Perempuan Kalbar

PONTIANAK - Google News Initiative (GNI) bekerja sama dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia dan Internews, melatih 20 jurnalis perempuan di Pontianak untuk literasi digital. Selama dua hari, pada 23-24 November 2019, para jurnalis ditempa ilmu menggunakan perangkat Google untuk menangkal hoax di Internet.


"Selama dua hari trainer dari Google akan melatih cara menganalisis sumber konten digital dengan menggunakan berbagai tool yang ada di internet," ujar Caroline Voermans, jurnalis Pontianak yang menjadi trainer pendamping pelatihan itu.


Sebanyak 20 jurnalis yang mengikuti pelatihan merupakan jurnalis perempuan yang bekerja di media lokal maupun nasional. Selain melatih kemampuan menganalisis dan verifikasi konten di internet, peserta juga akan belajar beberapa materi yang bersifat teknis mengenai kebersihan data digital (digital hygiene), analisa dasar atas informasi, pencarian dan penelusuran data, dan beragam tools yang bisa digunakan untuk melakukan investigasi secara online.


Ketua Jurnalis Perempuan Khatulistiwa, Aseanty Pahlevi, menambahkan, pelatihan ini merupakan salah satu upaya peningkatan kapasitas profesi jurnalis di Pontianak.


"Jurnalis sebagai penyedia informasi harus dapat menyuguhkan berita dengan data pendukung yang kuat," katanya. Hal ini sangat penting karena dalam melakukan tugas profesinya sebagai jurnalis, kepentingan publik adalah hal utama.


Perempuan, kata dia, dapat menjadi agen perubahan untuk memerangi berita hoaks yang beredar di masyarakat. Terlebih dari data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) di tahun 2017, jumlah perempuan pengguna internet cukup besar.


Pengguna internet di Indonesia sendiri mencapai lebih dari 50% atau sekitar 143 juta orang dari total penduduk Indonesia 267 juta. Dari jumlah tersebut, sebanyak 48,57 persen diantaranya adalah perempuan.


Dari catatan di atas, perempuan pengguna internet sangat tinggi. Era ini ternyata tidak membuat perempuan minder saat harus berhadapan dengan kerumitan tombol aplikasi berbagai rupa.


Jurnalis Perempuan Khatulistiwa sendiri sangat intens dengan berbagai kegiatan literasi media. "Literasi media adalah program utama dalam komunitas kami. Kegiatan ini sudah dilakukan sejak tahun 2014, dengan nama program 'Share yang Baik'," jelasnya.


Terbaru, JPK terlibat dalam workshop dan talkshow yang melibatkan 450 siswa SMA, untuk meningkatkan literasi digital mereka. Pada bulan September lalu, JPK bekerjasama dengan Women Will terlibat workshop menarik. Bertema "Digital Marketing For Women" para pengusaha perempuan pemula diajarkan mengenal dan memanfaatkan konten digital yang ada di platform Google. Bahkan di bulan Maret 2019 lalu, JPK dan SafeNet menggelar Seminar Internet Aman bagi Perempuan. 


Sumber : https://pontianak.tribunnews.com/2019/11/22/google-news-initiative-latih-tangkal-hoax-bagi-jurnalis-perempuan-kalbar


Share:

Peran Jurnalis Perempuan, Serta Isu Pemberitaan Terhadap Perempuan di Kalbar


PONTIANAK - Dalam rangkaian kegiatan Seratoes-248 digelar Diskusi yang bertajuk Perempuan Dalam Sejarah, Peran dan Pembangunan Daerah, yang dilaksanakan di PMK CO-Working Space, jalan Karna Sosial, Gg Wonoyoso II, kota Pontianak, pada Kamis (31/10/2019) sore.


Menjalankan rangkaian kegiatan Seratoes-248 ini, sebelumnya sudah dilakukan beberapa diskusi, dengan tempat atau 'venue' yang berbeda-beda.


Dan kali ini, adalah menjadi tempat terakhir dalam rangkaian kegiatan diskusi. Dalam diskusi yang terbuka untuk umum ini pula, kali ini diramaikan dari rata-rata mahasiswa-mahasiswi Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Tanjungpura.


Sesuai tema diskusi, tampak yang hadir pun banyak dari kaum perempuan, dengan pemantik diskusi yang dihadirkan pun perempuan, yakni Sri haryanti dari Gemawan Pontianak, lalu Wati Susilawati dari Jurnalis Perempuan Khatulistiwa (JPK), serta dihadiri pula oleh beberapa penggiat jurnalis, penggiat literasi, dan lainnya.


Pada kesempatan tersebut, Wati Susilawati selaku pemantik diskusi, banyak berbagi pengalamannya saat menjadi jurnalis perempuan, serta memberitahukan bagaimana peran jurnalis perempuan saat ini.


Dikatakannya, media massa sangat berkontribusi kepada jutaan manusia, untuk saling terkoneksi. Seperti media massa dalam bentuk cetak, elektronik, hingga media online yang dimana itu mengandalkan jaringan internet, mengokohkan posisinya sebagai bagian dari kesuksesan pembangunan.


Dan pada saat ini juga dikatakannya, banyak sekali pemberitaan terhadap perempuan, seperti kekerasan terhadap perempuan, diskriminasi, ataupun pembangunan responsive gender dalam peran sosial perempuan.


Namun menurutnya, bersamaan dengan itu, banyak juga perempuan yang menjabat penting didalam suatu media, hal itu artinya saat ini perempuan bisa juga menahan mengenai permasalahan tersebut.


"Maka dari itu, terkait permasalahan tersebut. Perempuan yang menjabat atau terlibat dalam kebijakan redaksi, bisa menahan atau menyuarakan hal tersebut kepada pada saat rapat redaksi," ungkapnya.


Selanjutnya, ia juga menjelaskan isu pemberitaan yang ada di Kalimantan barat, dalam perspektif jurnalis perempuan.


"Saat ini ada dua media yang khusus memberikan full satu halamanya untuk pemberitaan perempuan, yakni Tribun pontianak, dan Pontianak Pos. Dan satu halaman untuk media cetak itu harganya mahal, tapi itu bentuk apresiasi terhadap peran perempuan juga penting," jelasnya. (*)


Sumber : https://pontianak.tribunnews.com/2019/11/01/peran-jurnalis-perempuan-serta-isu-pemberitaan-terhadap-perempuan-di-kalbar

Share:

JPK Gelar Pemutaran Film "More Than Work" Bercerita Tentang Diskriminasi Pekerja Perempuan di Media



PONTIANAK - Jurnalis Perempuan Khatulistiwa (JPK) menggelar Pemutaran Film dan Diskusi bertajuk Malam Apresiasi Karya yang diadakan di Balai Pelestarian Nilai Budaya, jalan Sutoyo kota Pontianak, pada Kamis (12/9/2019) malam. Malam Apreasiasi Karya tersebut memutar film dokumenter berjudul More Than Work yang diproduksi oleh Konde Production, dengan disutradarai oleh Luviana seorang mantan jurnalis Metro TV.


Film dokumenter yang berdurasi sekitar 37 menit itupun menceritakan tentang tindakan diskriminasi terhadap perempuan di media. Dikarenakan tak bisa hadir, saat sesi diskusi dimulai Chief Editor Konde.co sekaligus Director Film Luvian, disambungkan melalui telepon genggam untuk dapat langsung menjelaskan dan menjawab beberapa pertanyaan dari peserta.


Luvian menjelaskan alasan film dokumenter tersebut diberi judul More Than Work, karena dalam lima sampai sepuluh tahun kebelakang, tidak ada film yang mengangkat tentang pekerja perempuan di media.


"Saya membuat film ini tuh sudah angan-angan lama. Namun dalam lima sampai sepuluh tahun ini, tidak ada film mengangkat tentang pekerja perempuan di media. Sepertinya belum ada, sejauh yang saya tahu," jelasnya saat disambungkan dari telepon genggam.

Kemudian ia juga mengungkapkan dalam film More Than Work ada tiga tokoh penting didalamnya. Satu diantaranya Dhiar yang bercita-cita ingin bekerja di media.


"Ada tiga tokoh penting didalam film More Than Work, dimana satu diantaranya ialah Dhiar yang bercita-cita ingin bekerja di media. Ternyata ketika menjadi pekerja di media, Dhiar malah dilecehkan dan mendapatkan kekerasan seksual," ungkapnya.


Lalu dalam film dokumenter ini juga, tak hanya menceritakan tentang bentuk pelecehan seksual terhadap pekerja perempuan di media saja. Melainkan film ini juga menceritakan tentang bentuk diskriminasi yang dirasakan oleh LGBT (lesbian, gay, biseksual dan transgender/transeksual) yang sering tersingkirkan oleh dunia pekerjaan.


sumber : https://pontianak.tribunnews.com/2019/09/13/jpk-gelar-pemutaran-film-more-than-work-bercerita-tentang-diskriminasi-pekerja-perempuan-di-media


Share: