PONTIANAK – Aliansi Jurnalis
Independen Pontianak dan Jurnalis Perempuan Khatulistiwa menggalang aksi
penolakan putusan Mahkamah Agung untuk kasus Baiq Nuril, korban pelecehan
seksual verbal mantan kepala sekolah di Mataram.
“Ibu Nuril ini sebenarnya korban,
seperti halnya pada kasus Prita beberapa tahun lalu. Kita harap tidak ada lagi
korban dari UU ITE, di mana korban berbalik menjadi tersangka,” ujar Dian
Lestari, Ketua AJI Pontianak, di sela-sela aksi 18 November 2018.
Dian
menambahkan, putusan ini sekaligus menggambarkan rentannya perempuan Indonesia
yang menjadi korban pelecehan seksual. Korban sering direndahkan, bahkan
mengalami kriminalisasi. “Pasal-pasal karet dalam UU ITE itu harusnya dicabut,”
tambahnya.
Baiq Nuril Maknun perempuan asal
Mataram yang menjadi terdakwa kasus pelanggaran UU Informasi Teknologi dan
Transaksi Elektronik (ITE) sempat dinyatakan bebas di Pengadilan Negeri. Di PN
Mataram pada 26 Juli 2017, Nuril dinyatakan tidak terbukti telah mencemarkan
nama baik mantan kepala sekolah salah satu SMAN di Mataram.
Putusan PN Mataram ini kemudian
dibatalkan di tingkat Mahkamah Agung dan menjatuhkan hukuman enam bulan penjara
dan denda Rp500 juta kepada Nuril. Padahal mantan pegawai honorer bagian Tata
Usaha di SMU 7 Mataram itu sebelumnya dinyatakan bebas di Pengadilan Negeri
Mataram pada 26 Juli 2017.
Warga Kota Pontianak juga bisa
memberikan dukungan moril melalui sosial media, dengan mengunggah foto dengan
tagar #tolakeksekusiibunuril dan #saveibunuril. “Aksi ini juga untuk mengajak
masyarakat Kota Pontianak untuk ikut menggalang dana di kitabisa.com
untuk membantu Ibu Nuril membayar denda Rp500 juta, serta agar Ibu Nuril
terhindar dari penjara selama 6 bulan,” ujar Ketua Jurnalis Perempuan
Khatulistiwa, Kusmalina.
Aksi ini juga sebagai upaya non
litigasi terhadap kasus-kasus lainnya, dimana negara abai terhadap perlindungan
hak-hak warga negaranya, untuk mendapatkan keadilan. Warga Kota Pontianak
pun tampak antusias memberikan dukungan. Aksi yang dimulai pukul 08.00 WIB ini
digelar di kawasan Car Free Day, Jalan Ahmad Yani Pontianak.
Relawan Southeast Asis Freedom of
Expression Network (SAFEnet) Kalimantan Barat, Aseanty Pahlevi, menambahkan,
organisasi sipil yang memperjuangkan hak-hak digital warga di Asia Tenggara ini
juga telah membuat pernyataan sikap dengan mempertanyakan hasil putusan MA,
yang menutup mata pada fakta-fakta di Pengadilan Negeri Mataram.
“Dalam
persidangan Nuril tidak terbukti bersalah menyebarluaskan konten asusila
seperti yang dituduhkan,” katanya.
Tidak ada unsur mens rea atau niatan
jahat dari Nuril ketika merekam perbincangan dengan M, atasannya. Perekaman ini
merupakan upaya membela diri atas pelecahan seksual yang dilakukan M. “SAFEnet
juga menolak pelaksanaan eksekusi yang akan dilakukan Rabu ini, dan mendesak
agar Presiden RI memberikan amnesti atas ketidakadilan ini,” katanya. SAFEnet
juga mendorong agar Komisi III DPR RI dapat menyetujui pemberian amnesti
tersebut.