Jangan Biarkan Anak Jadi Korban Kekerasan Akibat Kegagalan Keluarga



Jakarta (21/1) – Terjadinya kasus kekerasan anak oleh Ibu kandung hingga meninggal dunia di Wamena, Jayawijaya, Papua kembali mengiris hati. C, gadis kecil berusia 9 tahun meninggal dunia ditangan R, ibu kandungnya sendiri dengan luka menganga di kepala dan luka bakar sangat parah disekujur tubuh. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise mengecam keras tindak kekerasan dalam rumah tangga hingga menewaskan anak perempuan tersebut.
“Saya sangat terpukul dan mengecam keras segala bentuk tindak kekerasan pada anak, terlebih lagi pelaku merupakan ibu kandung korban sendiri. Saya meminta dengan tegas kepada seluruh orang tua dan orang terdekat yang berada di sekitar anak untuk tidak menjadikan anak sebagai korban pelampiasan masalah yang terjadi dalam kehidupan ini. Pelaku diketahui sudah bercerai dengan suaminya, dia telah mengalami kegagalan atau ketidakberfungsian keluarga sehingga menimbulkan berbagai implikasi sosial dan ekonomi dalam rumah tangga dan berujung melakukan kekerasan pada anaknya, C sebagai pelampiasan.
Korban meninggal dunia setelah dua hari berjuang dan mendapat perawatan intensif di RSUD Wamena, Papua. Pelaku mengaku bahwa korban menderita penyakit sarampa, namun hasil pemeriksaan dokter menyatakan luka korban ditimbulkan akibat penganiayaan. Berdasarkan keterangan kerabat, pelaku yang merupakan ibu kandung korban diduga telah menganiaya korban hingga meninggal dunia. Jika terbukti bersalah pelaku akan dijerat dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sesuai pasal 80 ayat (3) dengan ancaman pidana 15 tahun penjara dan atau denda sebesar 3 Milyar rupiah, dan sesuai ayat (4) ditambah 1/3 pidana keseluruhan karena pelaku merupakan orang tua korban.
“Saya meminta kepada seluruh orang tua dan orang terdekat di sekitar anak untuk berkomitmen serius melindungi anak dengan memperkuat upaya preventif melalui penguatan ketahanan keluarga, sesuai Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 06 tahun 2013 tentang Pelaksanaan Pembangunan Ketahanan Keluarga. Keluarga sebagai akar utama berperan penting melindungi anak dengan memperkuat ketahanan dalam mengatasi segala persoalan yang mengancam, baik dari dalam maupun dari luar keluarga itu sendiri. Pemerintah daerah (Pemda) juga berperan penting dalam perlindungan anak sesuai UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang menguatkan bahwa urusan perlindungan anak menjadi urusan wajib daerah, dimana penyediaan layanan bagi anak yang tidak mendapat pengasuhan orang tua yang baik atau disebut anak yang memerlukan perlindungan khusus wajib disediakan oleh pemda kabupaten, dan provinsi.
Menteri Yohana menambahkan sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), masyarakat harus berperan aktif dengan cara melaporkan kepada pihak berwajib tentang adanya dugaan KDRT dan bersama sama mencegah terjadinya KDRT, ” pungkas Menteri Yohana.

Sumber : Siaran Pers Nomor: B- 006/Set/Rokum/MP 01/01/2018
Share:

ASI Ekslusif Mampu Cegah Stunting

Berbagai upaya dilkukan pemerintah daerah, tak terkecuali Kalbar dalam menekan laju anak dengan masalah stunting, wasting dan gemuk. Data Kementrian Kesehatan mencatat Indonesia termasuk salah satu dari 17 negara dari 117 negara dengan tiga masalah gizi tinggi pada balita, yaitu stanting, wasting dan gemuk.

Pusat pun menginstruksikan dearah untuk segera merealisasikan berbagai program untuk meningkatkan gizi kepada balita di 1.000 kehidupan.

Kalbar dengan geogratis yang lain juga memiliki persoalan gizi ang serius. Ini telihat dari 14 kabupaten/kota di Kalbar, 9 diantaranya merupakan wilayah dengan sebaran persoaalan gizi, terutama stunting.

Ini diungkapkan staff Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar yang juga konselor gizi, Rayna Anita, SKM, MPH, dalam diskusi terfokus yang digagas  IMA World Health bekerjasama dengan Jurnalis Perempuan Khatulistiwa (JPK) dengan tema ASI Ekslusif Cegah Stunting, di Aula Rumah Kreatif BUMN, Selasa (16/1).

Menurutnya, pemerintah sudah banyak membuat program kesehatan yang berhubungan dengan gizi, baik ibu dan balitnya. Namun, diakuinya, dari fakta yang ada pola asuh rendah dan minimnya aware masyarakat akan kebutuhan gizi menjadi kendala bagi program yang ada. Padahal, pemenuhan gizi, terutama di 1000 hari kehidupan sangat penting ditambah asupan ASI ekslusif dari 0-6 bulan balita.

"Bagaimana kita memberikan kesadaran akan pentingnya gizi, baik saat awal-awal kehamilan maupun saat balita berusia balita. Mekipun penurunan masih satu persen tapi, kita harap kedepan persoalan ini bisa bersama-sama kita atasi, terutam terus menerus memberikan pemahaman kepada calon ibu dan ibu untuk memberikan gizi yang baik karena kehidupan awal dapat menetukan masa depan anak," paparnya.

Anak dengan persoalan gizi akut menjadi persoalan ke dapat yang mampu merusak masa depan anak itu sendiri. Bagaimana tidak, kondisi tubuh dan otak anak sangat dipengaruhi pola gizi yang diberikan.

"Anak dengan masalah gizi, pastinya memiliki otak kecil, sulit mengingat pelajaran, cenderung memiliki emosi yang labil, tingkat pemahaman yang kurang. Berbeda dengan anak denga gizi cukup yang secara kondisi dan otak berkembang dengan baik," jelasnya.

Hal sama juga diungkapkan Kepala Devisi Edukasi dan Pengembangan AIMI Kalbar, Dian Rakhmawati, S.Pd. Menurutnya, selain asupan gizi cukup di awal masa kehamilan, asupan di usia 0-6 bulan juga tadak kalah penting, terutama pemberian ASI ekslusif secara penuh tanpa campuran apapun hingga pemberian makanan pendamping usia enam bulan.

"Balita lahir hingga enam bulan menjadi wajib diberikan ASI secara penuh, lewat enam bulan diberikan makanan pendamping disertai ASI yang tidak sepenuh di masa-masa awal balita. Jika dihitung dari masa kehamilan hingga kelahiran dan usia balita hingga 2 tahun. Itu yang disebut 1000 hari kehidupan, dari awal kehamilan hingga usia anak 2 tahun. Ini konsen kita bahwa ASI memiliki kandungan gizi yang diperlukan balita, jadi sayang jika ibu tidak memanfaatkan apa yang sudah tuhan berikan," paparnya.

Dalam catatan WHO, terdapat 60% balita tidak mendapatkan penyusuan yang optimal, 42% ibu dan balita yang melakukan inisiasi menyusu dini dalam satu jam pertama kehidupan atau yang dikenal dengan IMD dan 39% ibu dapat menyusui ekslusif selama enam bulan kehidupan bayinya.

"Faktanya masih banyak yang belum memberikan bayinya penyusuan optima, IMD dan penyusuan hingga enam bulan," ucapnya.

Sementara Ketua PKBI Kalbar, Mulyadi, berujar, suatu bangsa yang hebat bisa dilihat dari kehidupan generasinya. Jika generasinya kuat dan tanggah, maka bisa dipastikan kehidupan bangsa tersebut di masa depannya. Indonesia, tertama Kalbar bisa menciptakan generasi tangguh dengan memaskimalkan potensi masyarakat dan membuka wawasan kesadaran akan pentingnya 1000 hari kehidupan.

"Ini tugas kita besama, tidak bisa satu lembaga saja, pemerintah, non pemerintah, NGO maupun media hingga masyarakat menjadi kunci penentu keberhasilan gizi ini. Penguatan fisik dan mental yang bermula dari pemenuhan gizi dalam keluarga, untuk itu penguatan-penguatan keluarga ini yang pertma kita bentuk karena semua bermula dari lingkungan keluarga, ibu, ayah dan ank-anak," ucapnya.







Share: