AJI Pontianak dan Jurnalis Perempuan Galang Aksi Tolak Ekskusi Nuril



PONTIANAK – Aliansi Jurnalis Independen Pontianak dan Jurnalis Perempuan Khatulistiwa menggalang aksi penolakan putusan Mahkamah Agung untuk kasus Baiq Nuril, korban pelecehan seksual verbal mantan kepala sekolah di Mataram.

“Ibu Nuril ini sebenarnya korban, seperti halnya pada kasus Prita beberapa tahun lalu. Kita harap tidak ada lagi korban dari UU ITE, di mana korban berbalik menjadi tersangka,” ujar Dian Lestari, Ketua AJI Pontianak, di sela-sela aksi 18 November 2018. 

Dian menambahkan, putusan ini sekaligus menggambarkan rentannya perempuan Indonesia yang menjadi korban pelecehan seksual. Korban sering direndahkan, bahkan mengalami kriminalisasi. “Pasal-pasal karet dalam UU ITE itu harusnya dicabut,” tambahnya.



Baiq Nuril Maknun perempuan asal Mataram yang menjadi terdakwa kasus pelanggaran UU Informasi Teknologi dan Transaksi Elektronik (ITE) sempat dinyatakan bebas di Pengadilan Negeri. Di PN Mataram pada 26 Juli 2017, Nuril dinyatakan tidak terbukti telah mencemarkan nama baik mantan kepala sekolah salah satu SMAN di Mataram.

Putusan PN Mataram ini kemudian dibatalkan di tingkat Mahkamah Agung dan menjatuhkan hukuman enam bulan penjara dan denda Rp500 juta kepada Nuril. Padahal mantan pegawai honorer bagian Tata Usaha di SMU 7 Mataram itu sebelumnya dinyatakan bebas di Pengadilan Negeri Mataram pada 26 Juli 2017.

Warga Kota Pontianak juga bisa memberikan dukungan moril melalui sosial media, dengan mengunggah foto dengan tagar #tolakeksekusiibunuril dan #saveibunuril. “Aksi ini juga untuk mengajak masyarakat Kota Pontianak untuk ikut menggalang dana di kitabisa.com untuk membantu Ibu Nuril membayar denda Rp500 juta, serta agar Ibu Nuril terhindar dari penjara selama 6 bulan,” ujar Ketua Jurnalis Perempuan Khatulistiwa, Kusmalina. 



Aksi ini juga sebagai upaya non litigasi terhadap kasus-kasus lainnya, dimana negara abai terhadap perlindungan hak-hak  warga negaranya, untuk mendapatkan keadilan. Warga Kota Pontianak pun tampak antusias memberikan dukungan. Aksi yang dimulai pukul 08.00 WIB ini digelar di kawasan Car Free Day, Jalan Ahmad Yani Pontianak. 

Relawan Southeast Asis Freedom of Expression Network (SAFEnet) Kalimantan Barat, Aseanty Pahlevi, menambahkan, organisasi sipil yang memperjuangkan hak-hak digital warga di Asia Tenggara ini juga telah membuat pernyataan sikap dengan mempertanyakan hasil putusan MA, yang menutup mata pada fakta-fakta di Pengadilan Negeri Mataram. 
“Dalam persidangan Nuril tidak terbukti bersalah menyebarluaskan konten asusila seperti yang dituduhkan,” katanya.

Tidak ada unsur mens rea atau niatan jahat dari Nuril ketika merekam perbincangan dengan M, atasannya. Perekaman ini merupakan upaya membela diri atas pelecahan seksual yang dilakukan M. “SAFEnet juga menolak pelaksanaan eksekusi yang akan dilakukan Rabu ini, dan mendesak agar Presiden RI memberikan amnesti atas ketidakadilan ini,” katanya. SAFEnet juga mendorong agar Komisi III DPR RI dapat menyetujui pemberian amnesti tersebut. 


Share:

Komplek Yuka Tak Henti Tangkal Narkoba


PONTIANAK – Upaya untuk menangkal pengaruh narkotika terhadap anak dan remaja yang bermukim di kawasan Komplek Yuka, Pontianak Barat terus digalakkan. Kamis (8/11), Forum Partisipasi Publik Untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak (PUSPA) Kalimantan Barat menggelar Sosialisasi Tentang Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Narkotika dan Kesehatan Reproduksi.

“Kita pilih wilayah ini karena kondisi sosial yang ada di sini memungkin anak-anak punya kecenderungan mendapatkan barang seperti itu (narkotika),” ungkap Ketua Forum PUSPA Kalbar, Reni Hidjazie.
Suasa kegiatan sosialisasi
Kegiatan tersebut menurut Reni merupakan permintaan dari para ibu yang khawatir akan kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap perilaku anak-anak mereka. Mereka takut dan cemas dengan kondisi anak-anak mereka yang rentan terjerembab ke dalam penyalahgunan obat-obatan terlarang.

“Ada kasus anak-anak ngelem,dan itu membuat orangtua khawatir dan takut,” katanya.

Kepala Seksi Pencegahan BNN Kalbar, Mochamad Efendi menyebut, 24 persen pengguna narkotika berasal dari kalangan remaja. Data itu menegaskan bahwa, masa remaja riskan terhadap potensi penyalahgunaan obat-obatan terlarang. Bahkan, ada pula remaja yang dimanfaatkan sebagai kurir untuk memuluskan jalan bagi pengedar atau bandar mengedarkan barang haramnya.

“Karena itu orangtua harus lebih memperhatikan anak-anaknya, dan lebih sering berkomunikasi dengan mereka,” pesan Efendi.

Kegiatan yang digelar di Aula Kolam Renang Muara Kapuas tersebut, menjadi salah satu upaya dalam mencegah berbagai potensi penyalahgunaan narkotika oleh remaja dan anak-anak khususnya yang bermukim di Komplek Yuka. Kegiatan yang juga dihadiri oleh ibu-ibu itu, diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan mereka, mulai dari penyebaran, jenis, hingga bahaya narkotika.

Reni memastikan kegiatan tersebut menjadi salah satu bagian dari sejumlah program PUSPA yang akan direalisasikan di kawasan tersebut. Program yang akan dijalankan selama satu tahun lamanya itu, merupakan kegiatan penguatan serta pemberdayaan kapasitas anak-anak, remaja, dan kelompok perempuan. Tujuanya adalah menciptakan kampung yang bebas dari tiga hal, yakni, tidak ada kekerasan anak dan perempuan, tidak ada perdagangan manusia, serta tidak ada kesenjangan ekonomi.

“Forum PUSPA Kalbar memilih YUKA karena situasi sosial di sini, kita temukan ada kasus kekerasan, perkosaan anak, dan lain-lain,” katanya.

Kabid Data Gender dan Anak Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Kalbar, Paskaria Ema mendukung berbagai program pembinaan yang dilakukan oleh PUSPA Kalbar yang direalisasikan di kawasan Komplek Yuka tersebut. Program yang mendapatkan dukungan dari Kementerian PPPA ini, diharapkan dapat menjadi solusi dalam berbagai hal yang terkait pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.

“Dari kegiatan sosialisasi bahaya narkoba ini, setidaknya orangtua bisa meningkatkan komunikasi mereka dengan anak-anaknya,” harap dia.
Share:

Kemen PPPA Gelar Festival Inovasi dan Kreativitas Forum Anak 2018

Bogor (13/5) – Dalam rangka mewujudkan Indonesia Layak Anak (IDOLA) 2030, perlu upaya bersama dalam meningkatkan pemenuhan hak dan perlindungan anak. Untuk itu Pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menyelenggarakan Festival Inovasi dan Kreativitas Forum Anak 2018. Kegiatan ini bertujuan mendorong dan mengembangkan partisipasi anak dalam pembangunan, khususnya melalui berbagai kegiatan dengan wadah Forum Anak di daerah.

“Festival ini sejalan dengan klaster satu Konvensi Hak Anak (KHA) yaitu pemenuhan hak sipil dan kebebasan anak. Untuk itu, kita sebagai orangtua harus memberikan kesempatan luas bagi anak untuk berpartisipasi dan mengembangkan minat, bakat, dan kemampuan mereka. Selain itu memastikan anak dapat menyampaikan pandangannya secara bebas sesuai usia dan tingkat kecerdasannya,” Ungkap Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise dalam pembukaan Festival hari ini.

Pemenuhan Hak Partisipasi Anak sebagai salah satu dari empat hak dasar anak, terkandung dalam Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 4 yang menyatakan “Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”

200 anak perwakilan Forum Anak dari 34 Provinsi di Indonesia memeriahkan acara festival. Dengan antusias, anak-anak mengikuti berbagai perlombaan, seperti mewarnai dan menggambar. Mereka juga menampilkan berbagai kreativitas dan inovasi, seperti membaca puisi, mendongeng, menari daerah, dan memainkan permainan tradisional.

Menteri Yohana menegaskan, terpenuhinya hak partisipasi anak akan berdampak positif bagi proses tumbuh kembang anak. Mereka akan lebih kuat terhadap berbagai kekerasan, pelecehan, dan diskriminasi yang mengancam. Dibutuhkan komitmen bersama guna menyadarkan masyarakat akan pentingnya memberikan kesempatan luas bagi anak untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan dan kehidupan sosial di lingkungannya.

Pada Festival tersebut, Menteri Yohana melakukan interaksi langsung dengan anak-anak. Dilanjutkan dengan bermain dan bernyanyi bersama, untuk mengembangkan seluruh inovasi dan kreativitas yang mereka miliki.
Share:

AIMI Kalbar Soroti Tiga Isu ASI


*JPK Dukung Peningkatan Kualitas ASI

Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) Kalimantan Barat (Kalbar) menyoroti tiga isu penting dalam hal menyusui. Ketiga isu tersebut dianggap penting lantaran berpengaruh besar terhadap tumbuh kembang anak serta masa depan generasi Indonesia.

Isu pertama yakni terkait kode etik promosi susu formula (sufor) baik yang dilakukan oleh produsen sufor hingga petugas kesehatan. Ketua AIMI Kalbar Aditya Galih Mastika mengakui bahwa pihaknya kerap mendapatkan laporan terkait adanya upaya untuk promosi sufor bagi anak usia di bawah enam bulan. Bahkan, hal itu dilakukan secara langsung oleh petugas kesehatan. Hal tersebut menurutnya telah melanggar kode etik.

“Ibu-ibu pasca melahirkan pernah dibekali susu formula oleh pihak rumah sakit,” ungkapnya saat diskusi dengan Jurnalis Perempuan Khatulistiwa (JPK), Kamis (10/5) di Canopy Center.

Saat persentasi dari anggota JPK, Wati Susilawati
Promosi produk sufor kerap dilakukan dengan menggaet pelayanan kesehatan seperti rumah sakit. Hal ini pun masih ditemukan di pelayanan kesehatan di Kota Pontianak. “Masih ada kami temukan pelayan kesehatan yang turut mempromosikan sufor. Bahkan ada yang menjanjikan hadiah kepada petugas kesahatan yang mampu menjual produk-produk sufor tersebt,” ungkap Wakil Ketua AIMI Kalbar, Rizky Pontiviana.

Iklan sufor bagi anak usia di bawah enam bulan memalui media elektronik selama ini memang secara ekspilisit belum ditemukan di media-media cetak dan elektronik. Namun ada upaya-upaya untuk mempromosikan susu pengganti ASI. Padahal menurutnya tidak ada satu produk susu pun yang bisa menggantikan peran ASI.

“Ada itu ptomosi susu hewan yang bilang mendekati kandungan ASI bahkan sama dengan ASI,” ucapnya.

Selayaknya menurut dia, pelayanan kesehatan tidak terlibat dalam promosi sufor. Apalagi yang diperuntukkan bagi bayi yang berusia di bawah 6 bulan. Selain itu, peran pemerintah menurutnya juga penting agar penegakan terkait kode etik ini dapat dilakukan. Teguran mestinya dilayangkan bagi perusahaan atau pelayanan kesehatan yang melakukan hal demikian agar memberikan efek jera.

Sorotan Kedua yakni ketersedian ruang laktasi yang layak bagi ibu untuk menyusui anak. Adapun sejauh ini diakuinya fasilitas umum telah dilengkapi dengan ruang laktasi. Namun standar raungan yang dikatakan layak, masih jauh dari harapan.

Meski tidak memiliki data secara pasti, namun pihkanya juga mendapatkan laporan adanya perusahaan yang tidak menyediakan ruang laktasi bagi pegawainya yang menyusui. Padahal hal itu juga telah diatur dalam Pasal 128 UU No.39/2009 Kesehatan yang berbunyi memberikan arahan agar pemberian air susu ibu, pihak keluarga, pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus. Penyediaan fasilitas khusus yang dimaksud yakni diadakan di tempat kerja dan di tempat sarana umum.

Adapun sorotan yang ketiga yakni terkait cuti  ibu melahirkan. Selain pasal 128 UU No 39/2009 tentang keseahtan yang mengatur tentang ASI, pasal lain yang mendorong agar ibu diberikan cuti melahirkan terdapat dalam pasal 83 Undang-undang No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam pasal tersebut dikatakan bahwa pekerja atau buruh perempuan yang anaknya masih menyusui harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja.

“Walaupun cuti melahirkan di Indonesia yang hanya 3 bulan, namun negara menyatakan bahwa ibu bekerja dapat terus memberikan asi kepada anaknya dengan memerah dan menyusui selama jam kerja,” tutur Aditya.

AIMI Kalbar berharap ketiga isu ini dapat menjadi sorotan baik pemerintah, instnasi terkait, anggota dewan, pelayanan kesehatan, hingga perusahaan. Dengan memperhatikan kualitas ASI, maka pihaknya meyakini akan tercipta generasi-generasi Indonesai yang berkualitas.

Sementara itu, Wakil Ketua JPK, Nurul Hayat menilai isu terkait ASI perlu menjadi sorotan media. JPK sebagai organisasi yang mewadahi wartawan perempuan di Kalbar menurutnya perlu untuk berkontribusi dalam mengampanyekan pentingnya ASI ke masyarakat.

“JPK juga perlu turut andil dalam mendorong berbagai upaya untuk mendorong ASI yang berkualitas. Sebagai jurnalis, tentu kami akan memberikan porsi pemberitaan terkait hal ini agar menjadi perhatian pemerintah dan masyarakat luas, sehingga timbul kesadaran,” pungkasnya.
Foto Bersama AIMI Kalbar dan JPK usai menggelar diskusi, Kamis (10/5) di Canopy Center

Share:

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Tetapkan Permen PPPA Nomor 4 Tahun 2018



PERATURAN MENTERI NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN UNIT PELAKSANA TEKNIS DAERAH PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK

Jakarta (7/5) – Pemerintah terus berupaya dalam memberikan perlindungan bagi perempuan dan anak. Dalam 10 tahun terakhir berbagai sanksi dalam perundang-undangan siap menjerat para pelaku kejahatan kemanusiaan termasuk diantaranya kekerasan seksual, kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan di sekolah, dan segala jenis kekerasan dan ketidakadilan lainnya.

Selain berfokus pada penjeratan pelaku, Pemerintah juga berfokus pada upaya-upaya pemulihan korban. Perempuan dan anak korban kekerasan biasanya tidak mampu melepaskan jerat trauma atas kejadian yang terjadi. Apalagi sebagian besar kejadian meninggalkan luka fisik yang tidak sepele bahkan mengakibatkan cacat tetap hingga kematian. Pengakuan korban juga seringkali tidak dianggap penting atau diabaikan karena dianggap aib. Karenanya, banyak kasus yang tidak mampu terungkap atau tidak mendapat penanganan sebagaimana mestinya. Pada akhirnya, korban mendapati kenyataan bahwa dirinya terabaikan.

Menindaklanjuti hal-hal diatas, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak telah menetapkan Peraturan Menteri PPPA Nomor 4 Tahun 2018 tentang Pedoman Pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak sebagai pengganti dari Peraturan Menteri PPPA Nomor 5 Tahun 2010 tentang Panduan Pembentukan dan Pengembangan Pusat Pelayanan Terpadu dan Peraturan Menteri PPPA Nomor 6 Tahun 2015 tentang Sistem Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Melalui peraturan ini diharapkan korban mendapatkan layanan yang sesuai dengan kebutuhan dan terpenuhi haknya. UPTD PPA menyelenggarakan layanan pengaduan masyarakat; penjangkauan korban; pengelolaan kasus; penampungan sementara; mediasi; dan pendampingan korban.

Pengaturan baru ini mempedomani pembentukan UPTD PPA yang meliputi: kedudukan tugas dan fungsi; prosedur pembentukan, sumber daya manusia UPTD PPA dan pedoman fasilitas sarana dan prasarana UPTD PPA yang mengacu pada Permendagri Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pedoman Pembentukan Dan Klasifikasi Cabang Dinas Dan Unit Pelaksana Teknis Daerah.

Sebagai tindak lanjut penyebarluasan Peraturan Menteri PPPA Nomor 4 Tahun 2018 tentang Pedoman Pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak, Kemen PPPA akan melakukan sosialisasi berupa tatap muka maupun menggunakan media publikasi, salah satunya saat ini telah dapat diunduh melalui laman jdih.kemenpppa.go.id.
Share:

Women Sharing Wanita Karir Zaman Now

Women sharing adalah salah satu projek dari komunitas para wanita karir zaman now yang digarap untuk wadah para wanita karir di dalam sebuah grup whatsapp wanita karir zaman now itu sendiri. Tujuannya kita bisa berbagi dan mengenal karir waita lain tanpa harus terjun dan mengubah karir kita saat ini.

Pada bulan ini akan ada sharing dari 6 wanita dengan karirnya masing-masing yaitu ada guru,youtober,blogger,fotografer,broadcaster dan womenpreneur. Karir yang digeluti membuat para wanita ini memiliki personal branding masing-masing yang menjadi identitas mereka bergaul dilingkungannya.

Seorang youtuber cantik dan paling muda diantara narasumber ini memulai karirnya sebagai youtuber sejak beberapa tahun lalu. Wanita canti yang masih duduk di bangku sma ini sangat creatif mengarap konten youtobe-nya dan membuat banyak orang ikut menonton dan mengscriber akun youtobenya dan dia bernama Chelsy.

Selain Chelsy yang masih duduk di SMA ada seorang guru yang luar biasa, mengapa luar biasa, bunda ami sapaannya. Beliau sangat demokratis dalam mengarahkan anak-anaknya sehingga saat ini anak-anaknya  sukses mengambil studi di luar Kalimantan dan sempat mengikuti pertukaran mahasiswa di luar negeri. Lebih salutnya tugas sebagai seorang guru dan istri tidak pernah terlupakan bahkan di sekolah dan sahabat seusianya bunda ami sangat disayang serta mampu menjadi sahabat buat semua orang termasuk untuk semua anak-anaknya baik yang laki-laki maupun perempuan.

Naraumber lainnya ada Rizka Edmanda, yang kerap dipanggil Rizka. Beliau asli Pontianak, namun saat ini ikut suami ke Pangkalan Bun. Rizka pernah menjadi Putri Indonesia favorit kepulauan Kalimantan Barat 2014 dan saat ini beliau rajin menulis blog mengisi kegiatan saat hamilnya dan memenangkan berbagai kompetisi lomba blog tersebut.

Wanita Karir lain yang akan berbagi seorang ibu muda yang suka banget memotret dan di potret. Beliau memiliki studio foto dan experimennya di dunia fotografi begitu luar biasa, mulai dari makanan, bayi hingga penataan untuk area foto itu sendiri serta dikreasikan dari tangan lentiknya. Beliau adalah Olivia Nurul Hillary, atau dipangil dengan Oliv.

Beranjak dari dunia fotografi kita ke karir bercuap-cuap di studio radio. Ada Ery, wanita hitam manis yang lincah dan pandai dalam mengolah kata-kata yang akan dilontarkan ketika akan siaran di radio. Beliau juga merupakan anggota dari Jurnalis Perempuan Khatulistiwa.

Terakhir ada womenpreneur yang suka berbagi tentang ide binis dan public spekaing. Di Kalbar terlibat dibeberapa organisasi dan memiliki binis sekolah public speaking. Dia akan berbagi tentang kepercayaan diri dan personality wanita karir.

Melalui wadah ini di harapkan wanita karir zaman now ini mampu menjadi tapakan awal wanita luar biasa diluar dan seimbang juga dalam mendidik anak dan berbaktipada suami juga orang tua.
Share:

HENTIKAN KEKERASAN TERHADAP ANAK!

Jakarta (2/3) - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mengutuk keras dan menyesalkan kejadian penemuan mayat anak perempuan berusia sekitar 11 tahun, di Swapen Perkebunan, Kabupaten Manokwari, Papua Barat pada Kamis (1/3), yang diduga kuat menjadi korban pembunuhan dan pemerkosaan.

“Saya seorang Ibu Papua. Saya sakit mendengar terus menerus ada anak Papua yang harus meregang nyawa karena mengalami kekerasan seksual. Saya kutuk keras kejadian ini,” ujar Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Yohana Yembise.

Informasi yang diperoleh Kementerian PPPA dari Kapolres Manokwari, AKBP Adam Erwindi mengindikasikan bahwa kuat dugaan korban mengalami kekerasan fisik dan seksual sebelumnya, sebab hasil visum menyatakan ada luka dikepala yang diduga di pukul menggunakan batu, dan luka pada alat vital. Saat ini, polisi telah mengantongi nama tersangka dan sedang dalam tahap pencarian.

“Saya mengapresiasi kinerja dari pihak kepolisian untuk bergerak cepat mengusut kasus ini. Untuk itu, Kementerian PPPA siap membantu jika diperlukan bantuan dalam hal pendampingan ataupun pengawalan penyelesaian kasus. Hendaknya pelaku diberikan sanksi seberat-beratnya, kebiri saja!” tegas Menteri Yohana.

Untuk menghentikan kekerasan terhadap anak, Kementerian PPPA menghimbau agar semua masyarakat terlibat dan bekerjasama untuk melindungi setiap anak. Berbagai upaya perlu dilakukan diantaranya, memberi pemahaman mengenai seksualitas diri anak, terhadap apa yang boleh dan tidak boleh dilihat dan disentuh oleh orang lain. Setiap orangtua juga harus mampu menjalin komunikasi yang penuh kasih sayang dengan anaknya, sehingga bila terjadi masalah terhadap anak, orangtua tahu lebih dulu.

“Kepada seluruh masyarakat, terutama komunitas yang paling kecil yaitu keluarga, untuk memiliki sensitifitas terhadap anak. Apabila ada potensi kekerasan terhadap anak disekitar kita, kita harus bergerak bersama untuk melindungi anak, karena setiap anak harus dilindungi,” terang Menteri Yohana.

Share:

Indonesia Komitmen Wujudkan Internet Aman untuk Anak

Jakarta (5/2) – Pertumbuhan teknologi informasi atau internet menciptakan lebih banyak kesempatan komersial bagi pelaku dan pengguna eksploitasi seksual secara online untuk memfasilitasi pengembangan dan memperluas jangkauan jaringan distribusi eksploitasi seksual dan pornografi pada anak. Dibutuhkan komitmen dan aksi nyata dari seluruh lapisan masyarakat serta Kementerian / Lembaga untuk meminimalisir dampak negatif dari konten digital dan media, serta mengaplikasikan bentuk pencegahan, penyediaan layanan bagi anak korban dan pelaku sampai kepada aspek penegakkan hukumnya.
“Dari data dan fakta yang ada, tidak ada lagi daerah yang bebas atau steril dari isu kejahatan terhadap anak, baik yang disebabkan oleh pornografi online, prostitusi online, ataupun cybercrime. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Kementerian PPPA bekerjasama dengan Katapedia, terdapat 63.066 paparan pornografi melalui Google, Instagram dan news online lainnya. Belum lagi paparan pornografi melalui buku bacaan seperti komik dan buku cerita yang memasukkan unsur pornografi melalui gambar,” ujar Plt. Deputi Perlindungan Anak Kementerian PPPA, Lies Rosdianty pada Konferensi Safer Internet Day dengan tema “Tem@n Anak (Internet Aman untuk Anak)”
Lies Rosdianty menambahkan bahwa peluang terjadinya kejahatan terhadap anak di bidang pornografi oleh kalangan predator dan pemangsa anak semakin besar karena berdasarkan data dari Google Indonesia dan Dialy Social, Indonesia menempati peringkat 6 pengguna media sosial terbanyak di dunia dan jumlah pengguna aktif ponsel yang telah mencapai 281,9 juta orang.
Sementara, Asisten Deputi Perlindungan Anak dalam Situasi Darurat dan Pornografi Kementerian PPPA, Valentina Gintings mengatakan bahwa anak-anak yang menggunakan internet dalam kehidupan sehari-hari berisiko terhadap eksploitasi seksual. Teknologi informasi dan internet digunakan oleh para pelaku eksploitasi seks anak untuk dapat melakukan kejahatan seksual terhadap anak-anak baik secara online maupun langsung. “Kejahatan seksual terhadap anak semacam ini meliputi pelecehan seksual dan eksploitasi yang terkait dengan prostitusi anak dan perdagangan anak untuk tujuan seksual. Kegunaannya yang paling nyata adalah untuk mendorong gairah sex dan kepuasan. Pada tingkat masyarakat, eksploitasi seksual terhadap anak secara online, baik melalui gambaran nyata atau gambaran simulasi anak, dapat menumbuhkan pelecehan seksual dan eksploitasi anak,” papar Valentina.
Banyaknya kasus pornografi dan eksploitasi terhadap anak, baik akibat jaringan online maupun kondisi nyata secara offline, mengharuskan kita untuk bekerjasama melakukan pencegahan dan penanganan baik bagi korban maupun pelaku anak. “Konferensi Safer Internet Day tentunya diharapkan dapat meningkatkan komitmen dan mendorong Kementerian/Lembaga serta masyarakat guna menghapus dampak buruk pornografi online dan offline. Kami juga mengapresiasi usaha ECPAT (Ending Sexual Exploitation of Children) Indonesia dan Google Indonesia dalam memberikan pencerahan, inspirasi, inovasi dan berkontribusi dalam mewujudkan perlindungan anak secara lebih nyata dari kondisi rentan pornografi”, tutup Lies Rosdianty.
Share:

Tindak Tegas Pelaku Pelecehan Seksual di RS Nasional Hospital Surabaya

Beberapa waktu lalu beredar luas di dunia maya video terkait dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh perawat laki-laki di Rumah Sakit Nasional Hospital Surabaya. Perawat tersebut diduga melakukan tindakan pelecehan seksual pada salah satu anggota tubuh pasien yang tengah menjalani perawatan.
“Saya merasa sangat geram atas adanya kejadian pelecehan seksual terhadap perempuan. Mirisnya, hal ini dilakukan oleh tenaga medis kepada pasien yang tengah menjalani perawatan. Pasien yang seharusnya mendapatkan perlindungan karena dalam kondisi tidak berdaya setelah menjalani operasi, justru mendapatkan perlakuan yang tidak pantas oleh salah satu perawat laki-laki. Saya selaku Menteri PPPA tidak mentolerir sekecil apapun bentuk kekerasan, pelecehan, dan diskriminasi, khususnya terhadap perempuan dan anak. Pelaku harus mendapatkan sanksi atau hukuman sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku agar menimbulkan efek jera dan tidak ada korban lagi di kemudian hari,” tutur Menteri PPPA, Yohana Yembise.
Menteri Yohana sangat mengapresiasi pihak manajemen RS dan aparat kepolisian yang segera mengambil tindakan untuk menangani dugaan kasus pelecehan seksual terhadap perempuan yang akhir-akhir ini jumlahnya semakin meningkat. Setelah diinterogasi oleh pihak RS, akhirnya pelaku mengakui perbuatannya dan memohon maaf kepada korban. Karena telah melanggar etika profesi, pihak RS pun telah memberhentikan perawat tersebut dari pekerjaannya. Sementara itu, Polresta Surabaya kini tengah melakukan penyelidikan dan akan ditingkatkan ke proses penyidikan jika menemukan indikasi adanya tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku.
Atas kejadian ini, Menteri Yohana berharap Kementerian Kesehatan dapat meningkatkan upaya perlindungan kepada pasien yang dinilai menjadi tempat rawan bagi terjadinya tindakan pelecehan atau bentuk kekerasan lainnya. Kementerian Kesehatan merupakan mitra kerja terdekat dalam penanggulangan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak (KTPA). Selain itu, Kementerian Sosial dan Polri yang sudah sejak tahun 2000 lalu diberikan mandat dalam Ķatmagatrifol (Kesepakatan Tiga Menteri dan Polri terkait Perlindungan Perempuan dan Anak dari Kekerasan).
“Kami berharap pihak RS dapat memberikan layanan rehabilitasi sosial terhadap trauma yang dialami korban agar cepat pulih dan mendapatkan kepercayaan diri kembali karena jika tindakan tersebut tidak segera dilakukan, maka akan berdampak negatif seumur hidup. Kami juga mendorong perempuan untuk punya keberanian melaporkan kasus kekerasan yang dialami. Jangan diam saja!” tegas Menteri Yohana.
Share:

Jangan Biarkan Anak Jadi Korban Kekerasan Akibat Kegagalan Keluarga



Jakarta (21/1) – Terjadinya kasus kekerasan anak oleh Ibu kandung hingga meninggal dunia di Wamena, Jayawijaya, Papua kembali mengiris hati. C, gadis kecil berusia 9 tahun meninggal dunia ditangan R, ibu kandungnya sendiri dengan luka menganga di kepala dan luka bakar sangat parah disekujur tubuh. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise mengecam keras tindak kekerasan dalam rumah tangga hingga menewaskan anak perempuan tersebut.
“Saya sangat terpukul dan mengecam keras segala bentuk tindak kekerasan pada anak, terlebih lagi pelaku merupakan ibu kandung korban sendiri. Saya meminta dengan tegas kepada seluruh orang tua dan orang terdekat yang berada di sekitar anak untuk tidak menjadikan anak sebagai korban pelampiasan masalah yang terjadi dalam kehidupan ini. Pelaku diketahui sudah bercerai dengan suaminya, dia telah mengalami kegagalan atau ketidakberfungsian keluarga sehingga menimbulkan berbagai implikasi sosial dan ekonomi dalam rumah tangga dan berujung melakukan kekerasan pada anaknya, C sebagai pelampiasan.
Korban meninggal dunia setelah dua hari berjuang dan mendapat perawatan intensif di RSUD Wamena, Papua. Pelaku mengaku bahwa korban menderita penyakit sarampa, namun hasil pemeriksaan dokter menyatakan luka korban ditimbulkan akibat penganiayaan. Berdasarkan keterangan kerabat, pelaku yang merupakan ibu kandung korban diduga telah menganiaya korban hingga meninggal dunia. Jika terbukti bersalah pelaku akan dijerat dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sesuai pasal 80 ayat (3) dengan ancaman pidana 15 tahun penjara dan atau denda sebesar 3 Milyar rupiah, dan sesuai ayat (4) ditambah 1/3 pidana keseluruhan karena pelaku merupakan orang tua korban.
“Saya meminta kepada seluruh orang tua dan orang terdekat di sekitar anak untuk berkomitmen serius melindungi anak dengan memperkuat upaya preventif melalui penguatan ketahanan keluarga, sesuai Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 06 tahun 2013 tentang Pelaksanaan Pembangunan Ketahanan Keluarga. Keluarga sebagai akar utama berperan penting melindungi anak dengan memperkuat ketahanan dalam mengatasi segala persoalan yang mengancam, baik dari dalam maupun dari luar keluarga itu sendiri. Pemerintah daerah (Pemda) juga berperan penting dalam perlindungan anak sesuai UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang menguatkan bahwa urusan perlindungan anak menjadi urusan wajib daerah, dimana penyediaan layanan bagi anak yang tidak mendapat pengasuhan orang tua yang baik atau disebut anak yang memerlukan perlindungan khusus wajib disediakan oleh pemda kabupaten, dan provinsi.
Menteri Yohana menambahkan sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), masyarakat harus berperan aktif dengan cara melaporkan kepada pihak berwajib tentang adanya dugaan KDRT dan bersama sama mencegah terjadinya KDRT, ” pungkas Menteri Yohana.

Sumber : Siaran Pers Nomor: B- 006/Set/Rokum/MP 01/01/2018
Share:

ASI Ekslusif Mampu Cegah Stunting

Berbagai upaya dilkukan pemerintah daerah, tak terkecuali Kalbar dalam menekan laju anak dengan masalah stunting, wasting dan gemuk. Data Kementrian Kesehatan mencatat Indonesia termasuk salah satu dari 17 negara dari 117 negara dengan tiga masalah gizi tinggi pada balita, yaitu stanting, wasting dan gemuk.

Pusat pun menginstruksikan dearah untuk segera merealisasikan berbagai program untuk meningkatkan gizi kepada balita di 1.000 kehidupan.

Kalbar dengan geogratis yang lain juga memiliki persoalan gizi ang serius. Ini telihat dari 14 kabupaten/kota di Kalbar, 9 diantaranya merupakan wilayah dengan sebaran persoaalan gizi, terutama stunting.

Ini diungkapkan staff Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar yang juga konselor gizi, Rayna Anita, SKM, MPH, dalam diskusi terfokus yang digagas  IMA World Health bekerjasama dengan Jurnalis Perempuan Khatulistiwa (JPK) dengan tema ASI Ekslusif Cegah Stunting, di Aula Rumah Kreatif BUMN, Selasa (16/1).

Menurutnya, pemerintah sudah banyak membuat program kesehatan yang berhubungan dengan gizi, baik ibu dan balitnya. Namun, diakuinya, dari fakta yang ada pola asuh rendah dan minimnya aware masyarakat akan kebutuhan gizi menjadi kendala bagi program yang ada. Padahal, pemenuhan gizi, terutama di 1000 hari kehidupan sangat penting ditambah asupan ASI ekslusif dari 0-6 bulan balita.

"Bagaimana kita memberikan kesadaran akan pentingnya gizi, baik saat awal-awal kehamilan maupun saat balita berusia balita. Mekipun penurunan masih satu persen tapi, kita harap kedepan persoalan ini bisa bersama-sama kita atasi, terutam terus menerus memberikan pemahaman kepada calon ibu dan ibu untuk memberikan gizi yang baik karena kehidupan awal dapat menetukan masa depan anak," paparnya.

Anak dengan persoalan gizi akut menjadi persoalan ke dapat yang mampu merusak masa depan anak itu sendiri. Bagaimana tidak, kondisi tubuh dan otak anak sangat dipengaruhi pola gizi yang diberikan.

"Anak dengan masalah gizi, pastinya memiliki otak kecil, sulit mengingat pelajaran, cenderung memiliki emosi yang labil, tingkat pemahaman yang kurang. Berbeda dengan anak denga gizi cukup yang secara kondisi dan otak berkembang dengan baik," jelasnya.

Hal sama juga diungkapkan Kepala Devisi Edukasi dan Pengembangan AIMI Kalbar, Dian Rakhmawati, S.Pd. Menurutnya, selain asupan gizi cukup di awal masa kehamilan, asupan di usia 0-6 bulan juga tadak kalah penting, terutama pemberian ASI ekslusif secara penuh tanpa campuran apapun hingga pemberian makanan pendamping usia enam bulan.

"Balita lahir hingga enam bulan menjadi wajib diberikan ASI secara penuh, lewat enam bulan diberikan makanan pendamping disertai ASI yang tidak sepenuh di masa-masa awal balita. Jika dihitung dari masa kehamilan hingga kelahiran dan usia balita hingga 2 tahun. Itu yang disebut 1000 hari kehidupan, dari awal kehamilan hingga usia anak 2 tahun. Ini konsen kita bahwa ASI memiliki kandungan gizi yang diperlukan balita, jadi sayang jika ibu tidak memanfaatkan apa yang sudah tuhan berikan," paparnya.

Dalam catatan WHO, terdapat 60% balita tidak mendapatkan penyusuan yang optimal, 42% ibu dan balita yang melakukan inisiasi menyusu dini dalam satu jam pertama kehidupan atau yang dikenal dengan IMD dan 39% ibu dapat menyusui ekslusif selama enam bulan kehidupan bayinya.

"Faktanya masih banyak yang belum memberikan bayinya penyusuan optima, IMD dan penyusuan hingga enam bulan," ucapnya.

Sementara Ketua PKBI Kalbar, Mulyadi, berujar, suatu bangsa yang hebat bisa dilihat dari kehidupan generasinya. Jika generasinya kuat dan tanggah, maka bisa dipastikan kehidupan bangsa tersebut di masa depannya. Indonesia, tertama Kalbar bisa menciptakan generasi tangguh dengan memaskimalkan potensi masyarakat dan membuka wawasan kesadaran akan pentingnya 1000 hari kehidupan.

"Ini tugas kita besama, tidak bisa satu lembaga saja, pemerintah, non pemerintah, NGO maupun media hingga masyarakat menjadi kunci penentu keberhasilan gizi ini. Penguatan fisik dan mental yang bermula dari pemenuhan gizi dalam keluarga, untuk itu penguatan-penguatan keluarga ini yang pertma kita bentuk karena semua bermula dari lingkungan keluarga, ibu, ayah dan ank-anak," ucapnya.







Share: